telling the stars about you ; percikan pertama


“gitu tu, tu anak emang suka gitu main pergi aja gak ngomong apa-apa. gak ada sopan-sopannya.” marsha menggerutu sembari matanya terus melihat belakang punggung pemuda yang baru saja menabrak salah satu temannya hingga menghilang dari pandangannya.

“yaelah sha, kayak gak tau gimana kelakuannya aja. lagian juga ngarepin apa dari anak kayak gitu.”

“yang salah kan gua, yang nabrak dia juga gua, kenapa dia yang di salahin?” pada akhirnya virgo membuka suara, membuat beberapa temannya yang masih membicarakan sosok yang sudah menghilang di balik koridor kampus.

“ya seenggaknya ngomong apa kek. ini mana mukanya jutek abis, sini, main pergi gitu aja di kiranya nabrak patung apa.”

“udah gue bilang kan, gue yang nabrak dia. itu anak jangan di salahin lah.”

“tau tuh temen-temen lu, gak suka mah gak suka aja, tapi jangan cari-cari kesalahan orang lain. jelas-jelas juga virgo yang nabrak masa harus si starr yang minta maaf, kan aneh.”

manusia itu memang aneh, kemarin virgo mendengar sendiri dari mulut teman-temannya mengatakan kalau sosok bermama starr itu sosok yang arogan, sombong, sinis, dan enggan berteman dengan siapapun.

“temen sefakultasnya juga banyak yang cerita dia kali, anaknya emang sombong abis dalam kelas gak pernah mau ngomong sama teman kelasnya kecuali pas persentasi atau ada dosen lagi ngajar. mukanya songong abis, anak teknik tuh biasa manggil dia anaknya malah gak nengok-nengok, sombong amat.”

“makanya banyak yang gak suka, sempat juga dia di musuhin sama si prisilla anak kedokteran itu soalnya doi ngesinisin prisilla.”

banyak bicara dari apa yang mereka dengar, dari apa yang orang-orang katakan.

hidup di masa di mana manusia kini hanya sekali melihat langsung berlagak seperti mengetahui semuanya memang merepotkan.

padahal hari ini virgo lihat sendiri dengan mata kepalanya, starr yang katanya sombong, arogan dan sinis itu kini duduk di pinggir trotoar dengan sebotol mineral dingin yang perlahan mulai berembun di tangannya, bercengkrama bersama dengan kakek usia 60-tahunan.

tawa yang merekah seperti bunga di pagi hari itu tak lepas dari wajah yang selalu orang nilai dengan wajah orang sombong.

tersentuh ketika dari jendela mobil dia melihat sang kakek menangis tatkala starr memberikan sebuah bingkisan dari plastik merek supermarket, starr yang katanya arogan itu dengan senang hati memeluk sang kakek yang menangis sembari berterimakasih kepada si pemilik senyum bagai bunga merkah di pagi hari.

senyumnya tak pudar sembari tangannya, mengelua punggung sang kakek yang tak lagi sekokoh dulu waktu dirinya masih muda.

diam-diam menemukan dirinya sendiri tersenyum. menyadari kalau orang-orang terlalu banyak menilai.