Not about angels
Malam tahun baru kali ini tak ada bedanya bagi Sunghoon, hanya menatap kembang api yang melambung tinggi keatas sana kemudian menguap hilang entah kemana.
Pemuda itu berada di lantai paling atas sebuah gedung apartemen yang sudah dua tahun di tempatinya itu berdiri menopang kedua lengannya di pagar pembatas balkon di temani alunan musik mellow yang kiranya sangat kontras dengan kembang api yang semalaman ini menghiasi langit berbintang malam ini.
Tak ada yang menarik bagi sunghoon malam ini, biasa saja. Tak ada yang berkesan di malam tahun barunya, sendirian di atas balkon di temani musik yang entah telah berulang berapa kali, matanya menatap kosong kedepan sana, tak ada lagi binar cerah seperti dulu. Pantulan kembang api di matanya seolah tak berarti apapun, hanya tatapan kosong.
We know full well there's just time So is it wrong to dance this line If your heart was full off love Could you give it up?
Kembali sunghoon mendengar suara musik yang terdengar samar, musik yang dulunya jika di putar sarat akan makna kini terdengar seperti hanya sebuah suara tak bermakna.
Tentang takdir dan ketetapan waktu yang telah di gariskan tuhan dalam hidup manusia.
Pikirannya kembali melalang buana kebeberapa tahun silam, di sebuah rumah sakit pada malam tahun baru.
Sirene ambulan terdengar nyaring memasuki halaman rumah sakit dengan terburu buru, para perawat dengan sigap langsung membuka belakang pintu mobil mengeluarkan dua penumpang yang bersimbah darah dengan selang oksigen masing-masing di mulutnya.
“Pasien dalam keadaan darurat, siapkan ruang operasi secepat mungkin, panggil juga dokter heeseung dan dua koass nya.” Perawat dengan name tag Ahn Yujin itu mengangguk lantas segera bergegas menuju ruangan dokter yang di maksud, tak butuh waktu lama baginya untuk sampai di ruangan dokter muda itu. Yujin mendorong pintu dengan terburu-buru menampilkan sang dokter yang tengah juga terlihat terburu-buru membereskan barang-barang miliknya.
“Dokter, korban kecelaakan di distrik gangnam kritis.” Ucapnya dengan nafas yang terengah-engah. “Perawat kim juga sudah memberitahu beberapa menit yang lalu, saya segera kesana.”
Malam tahun baru yang seharunya di lewati dengan menghambiskan waktu bersama keluarga, teman atau mungkin kekasih kini tidak berlaku untuk keluarga Park. Di malam tahun baru yang penuh sukacita justru di lewatkan keluarga Park dengan penuh perasaan cemas di rumah sakit kota, kedua putranya mengalami kecelakaan kendaraan ketika hendak menyusul mereka untuk kerumah sang nenek menghabiskan malam tahun baru dengan keluarga besar, namun ternyata takdir berkata lain.
“Dengan orang tua Sunghoon dan Sunoo?” Kedua orang yang sedari tadi menunggu di depan ruang operasi itu mengangguk kemudian menyakan bagaimana keadaan kedua anaknya, “Saudara sunghoon mengalami cidera kaki akibat kerasnya hantaman mobil, sedangan saudara sunoo sendiri masih dalam keadaan kritis.”
Hari ketiga sunghoon di rawat di rumah sakit dia harus menggunakan kursi roda karena cidera kaki yang dialaminya, dan hari ini waktu untuk mengecek kembali perkembangan kakinya yang di lakukan oleh dokter muda bernama Lee heeseung. Pertemuan pertama mereka di malam tahun baru hari itu membuat dokter muda itu mengangajukan diri untuk mengecek perkembangan korban kecelaakan malam itu entah dorongan dari mana.
“Dokter, gimana keadaan adek saya?” Sejujurnya heeseung sedikit jenuh dengan pertanyaan yang selalu di lontarkan pemuda itu ketika dia masuk kedalam ruangan, namun dia sendiri sadar bahwa sunghoon khawatir dengan adiknya. “Adik kamu masih kritis, cidera di kepala mempengaruhi kesadarannya.” Sunghoon termenung mendengar penuturan dokter muda di depannya.
“Ini salah aku.” Heeseung melihat bagaimana pemuda di hadapannya itu mengusap air matanya, dia menangis tanpa suara. Merasa bersalah pada adiknya sendiri. “Ini bukan salah kamu, malam itu sampai hari ini semua takdir yang sudah di gariskan untuk kamu, termasuk bertemu saya.” Dokter muda itu menarik lengan sunghoon menautkan jari kelingking mereka. “Dengar sunghoon, saya janji bakal menemani kamu sampai sunoo sadar, jangan pernah menyalahkan diri kamu sendiri lagi, dengan atau tidak sama kamupun malam itu bukan berarti sunoo gak akan ngalamin ini.”
Terikat sebuah janji dengan orang yang tidak terlalu di kelas itu sejujurnya cukup rumit bagi sunghoon, dia tak habis pikir bagaimana bisa dia dengan gampangnya mengiyakan janji dokter muda hari itu. Mereka jadi lebih dekat karena janji itu yang sunghoon sendiripun tidak paham maksud pemuda itu berjanji padanya, tapi mungkin ini cara semesta untuk memberinya sedikit pelajaran lewat dokter muda itu, bahwasanya dalam hidup ini banyak hal yang tidak akan pernah sejalan dengan kamu, pemuda yang juga mengajarkan bahwa kehilangan adalah satu hal yang pasti dalam hidup ini.
Sunghoon menarik nafasnya pelan, menikmati semilir angin yang dinginnya menembus tulang di temani alunan musik yang masih terus berputar.
Coz what about, what about angels They will come, they will go and make us special Don't give me up Don't give me up
Malaikat adalah mahluk yang di utus tuhan untuk membaw takdir baik dan buruk. Tuhan membawakan malaikat untuk sunghoon dalam wujud manusia, Lee heeseung. Dokter muda itu menjadi malaikat untuknya, dia menemani sunghoon tak kala saat dirinya terpuruk karena terpaksa harus berhenti menjadi figur skating karena cidera kaki yang di alaminya, mengajarinya bahwa tak apa untuk berhenti sejenak mengistirahatkan diri di perjalanan hidup yang terlalu panjang ini, tak apa untuk tertinggal sebentar.
How unfair, it's just our lock Found something real that's out of touch But if you'd searched the whole wide world Would you dare to let it go
Ketika sunghoon merasa telah menemukan seorang terkasih dan cinta sejati yang dia idam-idamkan ternyata takdir berkata lain.
“Sunghoon.” Pemuda yang terus di panggil namanya Itu berpura-pura tuli menikmati eskrim berukuran jumbo, membuat heeseung terkekeh gemas melihatnya.
“Sunghoon.”
“Hmm.”
“Park sunghoon.”
“Apa lee heeseung, kalau mau bicara, bicara aja aku denger kok.” Ucapnya sambil sesekali menyendokkam eskrim kedalam mulutnya juga membaginya dengan heeseung.
“Menurut kamu, makna sebuah kehilangan itu apa?” Sunghoon yang awalnya serius menyendok eskrim kini beralih menatap pemuda di hadapannya yang juga menatapnya.
“Kenapasih? Kok tiba-tiba banget.”
“Aku tuh nanya doang sunghoon, di jawab atuh.”
“Gatau aku gak paham.”
“Jawab sepemahaman kamu aja.”
Sunghoon kini beralih menysihkin eskrim jumbo itu kesampinganya kemudian menatap heeseung sebentar.
“Kayak yang kamu bilang kehilangan itu satu hal yang pasti dalam hidup ini, cepat atau lambat semua orang akan mengalami fase itu. Aku gak ngerti-ngerti banget soal ini yang pastinya kehilangan itu hal yang paling di hindari semua orang di dunia ini, siapa juga yang mau kehilangan? Mungkin ada tapi kita gak tahu kisah dibalik semua itu.
Kehilangan itu cuman tentang waktu, sejauh apapun kamu lari menghindarinya waktu sendiri yang akan mengahampiri kamu. Saat waktu itu tiba mungkin gak ada hal lain yang bisa kamu lakukan kecuali merelakan.”
Merelakan bukan berarti kamu sudah bisa menerima kehilangan itu, tapi kamu sudah sadar bahwa tidak ada yang bisa kamu perbuat untuk membuatnya kembali lagi. Pun, di saat itu kamu akan sadar bahwasanya merelakan adalah seni paling indah dalam menyambut kehilangan.
Sunghoon termenung saat pemuda di hadapannya itu mengusap puncuk kepalanya pelan sambil tersenyum, “Maaf.”
“Kenapa minta maaf?” Tanyanya heran
“Gak apa-apa, mau minta maaf aja.”
“Aneh banget.” Kemudian kembali mengambil eskrim jumbonya menyantapnya dengan lahap sebelum kembali teringat sesuatu, “Tahun baru nanti kita di rumah sakit ya? Tahun baru sama sunoo.”
Sunghoon melihat heeseung mengangguk kemudian tersenyum padanya lalu kembali sibuk dengan eskrimnya mengabaikan tatapan heeseung.
Malam tahun baru 2017
Sunghoon menatap adiknya yang sudah setahun ini terbaring diatas bangsal rumah sakit, sunoo berada diambang kesadarannya. Banyak rasa bersalah yang selalu muncul di dalam hati sunghoon ketika melihat sang adik yang terbaring dengan bantuan oksigen, andai saja malam itu dia mendengarkan sunoo untuk naik bus saja mereka tidak akan seperti ini.
Sunghoon berkali kali melihat ponselnya sambil mengigit kuku, 30 menit lagi untuk memyambut tahun baru tetapi orang yang di tunggunya sedari tadi bahkan belum memunculkan batang hidungnya, membalas pesan atau mengangkat telfonnya pun tidak. Ada rasa khawatir yang muncul tanpa permisi membuat sunghoon kalut dengan pikirannya sendiri tepat 10 menit sebelum menjelang tahun baru sunghoon mendapat telfon dari nomor yang sedari tadi di hubunginya dengan semangat sambil tersenyum cerah. “Heeseung, kamu dima—
“Maaf mengganggu, saya lihat ada log panggilan dari anda, nomor anda juga berada di kontak favorit. Saudara heeseung mengalami kecelakaan kendaraan dan sedang di bawa dengan ambulan menuju rumah sakit.” Senyum di wajah sunghoon menghilang.
“Pak jangan bercanda.” Tak ada tanggapan sunghoon mendengar suara-suara perawat yang membantu heeseung di seberang sana, sunghoon menggigit kukunya menahan tangis berharap ini semua hanya omong kosong, tangisnya pecah tatkala mendengar suara alat yang terdengar sangat nyaring, sunghoon tidak bodoh untuk tidak menyadari suara apa itu.
“Saudara Lee heeseung meninggal pada tanggal 1 januari 2018.”
Malam itu menjadi malam paling kelam bagi sunghoon, malam tahun baru yang harusnya di lewatinya bersama kekasih dan adiknya di rumah sakit dengan bahagia justru menjadi malam tahun baru yang di penuhi dengan tangisan sunghoon yang serat akan rasa sakit.
Maaf Kenapa minta maaf? Gak apa-apa mau minta maaf aja
Kenangan itu berputar seperti kaset rusak di dalam kepalanya, sunghoon baru menyadari bahwa heeseung sudah lebih dulu berpamitan kepadanya meminta maaf karena tidak bisa memenuhi janjinya untuk menemaninya menunggu sunoo hingga sadar.
Sunghoon menangisi kenyataan yang sangat pahit.
Sunghoon ingin menyalahkan tuhan, menyalahkan malaikat yang selalu membawa nasib menyedihkan untuknya. Tapi heeseung sering mengajarinya bahwa tak seharunya dia menyalahkan tuhan atas apa yang terjadi padanya, karena sejatinya tuhan telah menulis skenario terbaiknya untuk setiap orang.
Setiap orang akan mengalami fase kehilangan entah cepat atau lambat, siap atau tidak semua orang akan mengalaminya.
It's not about angels, angels
Sunghoon mengehembuskan nafasnya kasar mendengar lirik terakhir dari lagi yang terus-terusan.
Lirik yang simpel tapi menyimpan makna yang cukup dalam, bahwa manusia tak perlu menyalahkan tuhan dan tak perlu menyalahkan malaikat atas takdir yang tak sesuai dengan yang kita harapkan.
Mungkin memang benar merelakan adalah seni paling indah dalam menyambut kehilangan, maka hari ini sunghoon memilih untuk merelakan heeseung sudah saatnya dia bangkit lagi berhenti dari istirahat sejenaknya dan melanjutkan perjalalannya yang masih sangat panjang.
Lagu itu berhenti di gantikan dengan nada dering telfon yang segera sunghoon angkat, “Sunoo sadar.”
Tak banyak bicara sunghoon langsung mematikan telfonnya berbalik masuk kembali kedalam unit apartemennya melirik sejenak jam di ponselnya.
1 januari 2019
Sunghoon memakai jaket yang di taruh diatas sofa hendak pergi dengan terburu-buru sebelum berhenti depan sebuah pigura yang di taruh diatas meja nakasnya, sunghoon menautkan kedua tangannya berdoa dalam hati.
“Selamat tahun baru lee heeseung.”
Terimkasih telah singgah dan mengajarkan banyak hal. Dari heeseung, sunghoon belajar bahwa tak semua kisah yang berakhir tak baik tidak bisa di nikmati.
Tak ada perpisahan yang indah karena sesungguhnya perpisahan itu pergi untuk meninggalkan bukan pergi untuk kembali. Tapi tak apa tak kamu bisa menikmati rasanya berpisah dan kehilangan.