lintang gamaliel
bumi telah berevolusi lebih dari empat miliar tahun yang lalu, tiga ratus ribu tahun yang lalu manusia mulai muncul. mereka berburu, dan meramu. hidup nomaden, dan mulai menetap. tiga ratus ribu tahun yang lalu homosapiens mulai berkembang menjadi manusia modern lalu merambat hingga era postmodern. pemanasan global, efek gas rumah kaca, dan mencairnya es di antartika, adalah efek dari evolusi bumi yang semakin modern.
semakin modern manusia semakin gila mereka, setidaknya itu kesimpulan yang berhasil minke simpulkan secara implusif dari dalam kepalanya ketika lintang beranjak dari tempatnya meninggalkan dirinya yang masih hendak menyuap mie goreng spesialnya ke dalam mulut. mungkin minke akan paham jika dia lari terbirit-birit menuju ke kamar mandi, tapi anak itu berjalan santai menuju meja yang berada di sisi selatannya.
pada akhirnya minke paham, dia baru saja memantik api manusia modern di dalam diri lintang yang seharusnya tidak pernah dia lakukan.
lintang tau dia akan menyesal setelah ini, lintang tau dia akan berada dalam masalah setelah ini, lintang tau ini adalah efek dari ucapan minke yang membuat memikirkan banyak hal yang seharusnya tidak dia pikirkan, tapi lintang harus. seperti mencangkul lobang hitam yang tidak ada ujungnya, lintang temukan dirinya berada diluar kendali.
atau dia sadar sepenuhnya.
tepat ketika dirinya berhasil duduk di depan pemuda yang terlihat tidak terganggu sama sekali makannya siang ini. lintang memperhatikannya, bagaimana caranya memegang sendok, caranya menyuap makanan, dan tatapannya yang seolah hilang entah kemana. lintang hanya temukan dirinya di depan sana. menatap dengan seksama, seperti seorang arkeolog yang menemukan fosil paling berharga dari jenis dinosaurus yang telah punah jutaan tahun yang lalu.
bedanya fosil yang dia temukan berbentuk utara lars heide. cinta-cintaan ala anak sma itu ternyata masih terus menggali bagian dalam dirinya yang enggan untuk hilang, mencoba kembali untuk ditemukan. memaksa lintang agar hilang kendali atas dirinya sendiri.
dan lintang temukan dirinya sendiri tak punya kuasa. atau tidak mau. enggan, biarkan saja dirinya mati hari ini.
“lintang gamaliel.” uluran tangannya menggantung begitu saja, sialnya orang di hadapannya itu baru sadar kalau orang yang ada di depannya sekarang bukan lagi erlangga yang tadi berpamitan sebentar untuk mengambil sesuatu.
tidak. lintang gak pernah mengharapkan uluran tangan itu dibalas. hanya sebuah formalitas. setelahnya lintang hanya temukan dirinya lagi tersenyum sambil bertopang dagu setelah uluran tangannya menganggur sepersekian detik setelahnya.
utara, utara, utara. terus berputar di kepalanya seperti serabutan ikan-ikan kecil menyerang setiap sel-sel isi kepalanya. menyenangkan dan lintang akhirnya temukan apa yang sebenarnya dia cari.
mereka membisu dengan isi kepala lintang dan isi kepala si tuan yang entah apa isinya. yang ia tau hanya senyumnya semakin melebar ketika sepasang manik hitam itu pada akhirnya menatapnya, tanpa suara.
“erlangga udah pergi duluan.” jawabannya buat lintang menggeleng perlahan dengan senyumannya yang masih bertahan.
“enggak nyari erlangga,”
lintang tau dia hampir menghela nafas, tapi entah apa yang menahannya untuk itu. padahal jika dia melakukan itu lintang yakin ia akan segera sadar dari semua pemikiran manusia modernnya yang terkontaminasi dengan semua omongan minke beberapa waktu lalu.
“lalu?” utara tak bersuara setelahnya tapi lintang menafsirkan tatapannya sebagai sebuah tanya yang harus dia jawab.
“mau kenalan sama lo,” ada jeda yang diambil untuk biarkan pemuda itu kembali taruh atensi kepadanya karena dia bersiap untuk meninggalkan lintang dari tempatnya, sama seperti yang sering dia lakukan pada yang lainnya. “dan seseorang yang ada di dalam lo.”
lintang tak punya tujuan pasti mengenai ucapannya, hanya mengikuti instruksi dari dalam kepalanya yang entah dikendalikan siapa yang pasti utara diam untuk beberapa saat sebelum memberinya tatapan yang sangat menunjukkan seorang utara yang selalu tidak punya tempat untuk orang lain.
“gak ada.”
lintang tersenyum dan kembali mengucapkan beberapa kata sebelum utara benar-benar meninggalkannya.
“tapi besok, boleh dicoba lagi 'kan?”
lintang tak pernah tau apa yang akan menunggunya di depan sana, lintang tak pernah tau, dan tidak akan bisa menebak sebab utara tak pernah jadi sama seperti namanya.