lampaui limit


hujan tiba-tiba menyapa sore itu, menyisakan genangan-genangan di tanah yang terserap kemudian kembali lagi. hujan selalu punya cerita tersendiri untuk setiap orang, entah itu cerita yang menyenangkan atau cerita yang sama sekali tidak menyenangkan untuk dicerita. tapi hujan selalu punya tempat untuk setiap orang yang ingin berkenalan dengan mereka tanpa takut untuk basah, tanpa takut kalau terkadang hujan datang bersama angin dan petir. hujan suka berkawan dengan orang pemberani, hujan bisa jadi teman cerita yang baik ditemani dengan secangkir teh, hujan bisa jadi teman untuk membaca buku di dekat jendela ditemani rintik-rintik yang menyapa kaca jendela, hujan bisa jadi teman tidur untuk mereka-mereka yang selalu terjaga, hujan selalu bisa jadi teman yang bersahabat dan keenan berterima kasih kepada hujan yang bisa dia ajak untuk berteman hari ini.

ada biru yang menadahkan tangannya untuk menyapa bulir-bulir hujan yang jatuh dari atas atap, matanya beberapakali menatap ponsel yang ada di sebelah tangannya, sudut matanya menangkap sosok yang ikut berdiri disampingnya, ikut menadahkan satu tangannya menyapa hujan yang datang tanpa permisi sore itu.

“kenapa belum pulang?”

“ini mau pulang, dari tadi pesan mobil tapi di tolak terus padahal hujannya udah enggak sederas tadi.” keenan menatap lurus pada biru yang bicara sesekali meliriknya, ada rasa canggung yang datang tapi bisa dilewati begitu saja.

“mau gue anter?” biru menatapnya dengan tatapan seolah hendak bertanya dengan kepala sedikit miring.

“memang boleh?”

“boleh kok asal lo mau, tapi pakai motor enggak apa-apa? nanti beli mantelnya di toserba depan, mau?”

hari itu langit mendung dan hujan turun seolah-olah sedang bersedih, tapi sore itu keenan melihat matahari pagi yang sedang bersinar terang tersenyum kepadanya sambil mengangguk pelan.

“mau,” “enggak ngerepotin, kan?”

keenan menggeleng, “tunggu bentar di sini gapapa? gue ambil motor dulu di parkiran.”

setelahnya pemuda dengan jaket denim itu pergi menuju parkiran, biru baru sadar kalau keenan lebih sering memarkirkan motornya di fmipa ketimbang diparkiran fakultasnya sendiri.

hujan mulai reda sore itu tapi masih bisa untuk membuat orang-orang basah kuyup ketika keenan sampai di hadapannya dengan matic merahnya, “tasnya taruh di dalam bagasi aja, sini.”

biru kemudian menyodorkan tasnya membiarkan keenan menyusunnya di dalam bagasi setelah mengeluarkan sebuah helm yang diberikan untuknya, helm yang mungkin kebetulan dibawanya hari itu.

“bisa pakenya?” keenan bertanya setelah melihat biru agak kesusahan untuk mengancingkan helmnya.

“bisa tolong dikaitin? aku agak susah kaitinnya.” biru langsung bergerak mendekat kearah keenan ketika pemuda itu mengangkat tangannya hendak membantu.

“nah udah,”

“terima kasih.” pemuda jakung itu hanya tersenyum kemudian membiarkan biru naik keatas motornya sebelum hujan betulan membuat mereka basah kuyup jika terus tinggal.

pantulan suara hujan yang menabrak kaca helm itu mengiringi perjalanan mereka yang lebin banyak menyisakan hening , biru tidak mau menganggu fokus keenan untuk mengemudi memilih untuk menatap punggung keenan saja, entah untuk alasan apa. hujan masih terus jatuh membasahi mereka, tapi anehnya biru malah bisa mencium wangi tubuh pemuda di depannya yang langsung membuatnya sedikit menjauhkan kepalanya karena merasa dia sangat dekat, tapi entah kenapa wanginya tidak hilang sama sekali dan biru tidak tahu kalau wangi parfum bisa setenang itu.

mereka sampai di toserba ketika keenan memarkirkan motornya tepat di depan parkiran yang di sediakan pihak toserba, “keenan mantelnya beli dua atau satu aja?”

biru hendak berlari masuk kedalam toserba sebelum tangan keenan mendahuluinya, pemuda itu melepas kemeja denimnya kemudian diletakkan di atas kepala yang lebih muda, yang menerima perlakuan itu hanya bisa diam menatap keenan yang tersenyum simpul kearahnya. “nanti sakit.”

“berdua,”

“eh?” yang lebih tinggi kebingungan.

“kalau gitu pakainya berdua, enggak adil kalau aku enggak sakit terus nanti keenan yang sakit.” biru berucap pelan hampir tidak bisa terdengar kalau saja jarak keenan jauh sedikit.

keenan lagi-lagi hanya bisa tertawa sambil ikut masuk kedalam kemejanya yang sudah direntangkan biru.

ah, padahal mereka cuma perlu masuk ke dalam toserba dan membeli mantel.

biru tidak pernah tau kalau hujan-hujanan diatas motor dengan mantel bisa jadi sangat menyenangkan karena dia tidak perlu takut untuk basah. “seneng, ya?”

“iya!!” keenan bisa lihat yang lebih muda mengangguk dengan semangat dari spion motornya, biru tidak bisa menyembunyikan senyumnya.

menjadi mahasiswa yang sibuk mengerjakan tugas ini-itu sampai lupa untuk piknik dan bernafas sebentar, hari ini biru rasa dia bisa menghembuskan nafasnya dengan segar di tengah-tengah hujan yang datang menyerbu mantelnya tapi biru senang karena dia tidak akan basah.

“eh?”

biru keheranan ketika motor matic merah keenan berhenti di depan taman bermain, dia turun dan melepaskan helmnya, kemudian membantu biru dan menariknya masuk ke dalam taman bermain. keenan mengajaknya duduk di ayunan yang menggantung sepi di tengah hujan.

keenan berayun kecil sedangkan biru ikut duduk di sampingnya menatap sedikit heran, keenan sama sekali belum bicara apa-apa hanya duduk sambil berayun yang membuat biru juga jadi ikut mengayunkan dirinya pelan.

tetes hujan beberapa kali mengenai wajahnya tapi ini lebih terasa menyenangkan, seolah kembali menyapa anak kecil yang pernah hidup dalam diri mereka, menyenangkan tapi membuat biru sedih di saat yang sama, menyadari kalau selama ini dia terkadang lupa kalau ada sosok kecil yang dalam dirinya yang merindukan masa kanak-kanaknya.

“kadang kita ngerasa udah terlalu dewasa untuk kayak begini, sampai lupa kalau kadang-kadang jadi dewasa enggak selalu harus jadi sedewasa itu, sampai lupa kalau dalam diri kita ada anak kecil yang enggak bakalan hilang sampai kapanpun, padahal sesekali bermain dengan anak kecil itu bisa jadi obat dari segala rasa capek jadi orang dewasa.”

“jadi dewasa enggak pernah segampang itu, ya?” biru mengayunkan dirinya pelan, dia tidak tahu apa yang keenan pikirkan di dalam kepalanya.

“enggak pernah ada hal yang mudah, yang kadang kita lakuin cuma mencoba untuk melakukan yang terbaik, sampai lupa kalau enggak semua hal yang keliatan baik itu baik juga untuk kita.”

tidak ada yang bersuara setelahnya baik biru maupun kenan, yang ada hanya suara decitan besi berkarat dari ayunan mereka. volume hujan juga semakin meredah keenan bisa lihat awan-awan perlahan mulai jadi lebih cerah. “maaf ya karena tiba-tiba bawa lo ke sini.”

biru berayun sambil menggeleng pelan, “aku seneng diajak ke sini. apa ya, kayak udah lama enggak ngajak anak kecil dalam diri aku buat main dan hari ini rasanya menyenangkan, harusnya aku berterima kasih sama keenan.”


biru sampai di depan rumahnya ketika hujan hanya menyisakan gerimis dan air menggenang sepanjang jalan, biru memberikan helmnya kepada keenan dan mengambil tasnya yang ada di dalam bagasi motor keenan.

“kalau gitu aku masuk duluan, ya? sekali lagi makasih udah nganterin pulang.” keenan mengangguk membalas senyuman.

“makasih juga karena udah mau gue ajak main enggak jelas di taman gitu.” biru cuma bisa mengangguk sambil mengulum senyum sambil melambaikan tangannya kearah keenan yang mulai menyalakan mesin motornya.

“biru,” suaranya pelan tapi biru mendengarnya jadi dia berhenti melambai untuk mendengar dengan seksama, tapi keenan sepertinya malah seperti sedang berpikir untuk mengatakan sesuatu.

“keenan?” “boleh enggak habis ini gue ngechat elo?”

biru diam beberapa saat di tempatnya, “tapi kalau lo enggak suka—”

“boleh,” keenan langsung tersenyum lebar ketika melihat biru yang mengangguk dengan sedikit malu dan langsung berbalik masuk kedalam pagar rumahnya meninggalkan keenan yang masih tetap di sana sampai biru menghilang dibalik pintu.

ada banyak hal yang masih belum bisa biru jelaskan tentang beberapa hal, tapi dia tahu pasti apa yang membuatnya mendadak meninggalkan keenan setelah mengatakan kalau dia boleh menghubungi biru setelah ini, dan setelah membuka tasnya biru baru dia lupa sesuatu.

“jaketnya keenan.”


illicitesther ©2023