ketakutan-ketakutan


trigger warning; car accident, trauma, panick attack.

content warning; blood, violence.


kakinya perlahan mundur lima langkah ke belakang setelah dirasa kerumunan massa semakin banyak, semakin sulit bergerak, semakin sulit bernafas. beberapa warga yang tinggal di sekitaran sana sudah ikut membantu, beberapa mahasiswa juga ikut turun tangan, pihak berwajib baru saja tiba setelah mendapat panggilan dari salah satu warga sekitar, samar-samar biru bisa lihat darah yang berceceran di aspal, dan mobil penumpang yang tidak bisa di sebut baik lagi, agak merinding sebenarnya.

orang-orang semakin ramai dan biru bukan orang yang akan tinggal lebih lama di tengah keramaian jadi langkah kakinya semakin mundur meninggalkan yesha dan yumna yang kepalanya masih terlihat dari posisinya berdiri, netranya menatap orang-orang yang berdatangan dengan wajah yang penuh tanda tanya, ada juga yang datang dengan wajah yang cemas, simpati orang lain berbeda-beda.

ada orang lain yang mematung tidak jauh dari posisinya, sudut matanya sebenarnya sudah menangkap sosok itu sedari tadi, anehnya dia sama sekali tidak bergerak dari tempatnya membuat kelam biru menoleh untuk melihatnya. air muka itu tidak pernah dilihat biru sebelumnya, sosok yang nafasnya seolah tercekat di tenggorokan itu segera berbalik dengan langkah yang buru-buru menjauh dari kerumunan tanpa ingin melihat lebih dekat lagi.

mungkin biru bisa tidak peduli, mungkin biru tidak perlu merasa butuh untuk mengambil langkah, mungkin biru tidak perlu untuk mengikuti langkah buru-buru itu, mungkin dia tidak perlu meninggalkan yesha dan yumna, dan semua kemungkinan-kemungkinan yang tidak perlu itu sebenarnya tidak perlu kalau saja orang itu bukan orang yang dikenal nya, orang yang belakangan ini tiba-tiba mengikutkan namanya dalam absen harian milik biru yang seharusnya tidak ada dia di dalamnya.

langkah kaki yang terburu-buru itu masuk kedalam toilet fakultas yang tidak jauh dari sana, toilet jadi kosong-kosongnya karena situasi barusan. histeria yang meninggalkan tempat lain, menyisakan orang-orang yang lebih memilih untuk tidak ikut andil dalam kecemasan.

lengannya yang bisa biru lihat tengah bergetar itu memutar keran dengan buru-buru, membasuh wajahnya dengan air yang mengalir dari tangannya menyisakan wajahnya yang terlihat lebih putih dari biasanya, sosok yang menatap pantulan dirinya dari cermin itu terlihat kesulitan mengambil nafas, tangannya mengepal bergetar hebat menopang tubuhnya yang seolah-olah tidak kuat menahan massa tubuhnya sendiri.

“keenan?” biru melupakan semua ragu yang datang dari kepalanya, menghampiri sosok tinggi yang sepertinya terkejut mendapati ada sosok lain yang mengikutinya.

“biru,” nafasnya tercekat, biru tau pemuda itu kesulitan bahkan untuk memanggil namanya, ada cemas yang menyerbunya ketika tatapan mata pemuda itu enggan menatapnya.

“b-biru, bisa keluar sebentar?” biru tau seharusnya dia tidak boleh menolak ketika si tinggi itu memintanya untuk keluar, bukan malah meraih tangannya yang makin bergertar hebat.

“keenan,” tangan yang lebih tua enggan menerima genggaman itu, tapi biru tau kalau dia harus lebih berani.

“kenan, liat aku! keenan liat mata aku,” netra kelam yang sedari tadi bergerak liar enggak menatapnya itu akhirnya mau menatap biru ketika menangkup wajah keenan dengan kedua tangannya memastikan si yang lebih tinggi itu menatap tepat di matanya. “ini biru,”

perlahan tapi pasti tangan yang masih terus bergetar itu meraihnya ikut memegang kedua tangan biru yang memberi usapan pelan di kedua pipinya, memberi hangat di tengah cemas yang semakin menggila di siang hari.

pemuda itu masih terus kesusahan mengambil nafasnya, seolah-olah lupa bagaimana caranya untuk bernafas, “pelan-pelan keenan, enggak apa-apa, kamu enggak kenapa-kenapa, ada biru di sini.”

biru tidak tahu apa yang sedang dia lakukan, dia tidak pernah mengalami hal semacam ini, yang dia tahu sekarang hanya memastikan kalau keenan tahu dia tidak sendirian, dan tidak apa-apa untuk membagi kecemasannya itu.

meskipun pemuda itu sudah lebih bisa mengontrol nafasnya tapi gemetar yang masih biru rasakan di tengah pegangan keenan tidak lantas membuatnya bisa tenang begitu saja, apalagi ketika keenan dengan pelan berbisik meminta untuk biru memeluknya dan menenggelamkan wajahnya di perpotongan leher biru, dia tau kalau keenan tidak sedang baik-baik saja.

ada basah yang menyapa kulit lehernya dan yang bisa dia lakukan hanya memberi pemuda itu usapan pelan di punggung, membiarkan tubuhnya tenggelam di dalam pelukan keenan.

i've been in a car accident before, when i was ten.”

biru bisa dengar suara pelan itu menyusul setelah beberapa tarikan nafas yang terasa sangat mencekat di leher, “buat ngelindungun gue yang belum bisa untuk ngelindungin diri sendiri waktu itu, ayah ngorbanin dirinya sendiri.”

pelukan itu makin mengerat pada setiap cerita yang keluar dari sesakan nafas milik keenan, butuh banyak keberanian dan ketakutan yang hampir megakar untuk bisa jujur perihal yang satu ini, dan biru tau kalau keenan diam-diam menyimpan semua ketakutan-ketakutannha sendirian.

“harusnya ayah nolongin mama yang waktu itu kondisinya juga sama, padahal waktu itu sebelum berangkat gue janji sama mama kalau gue bakalan jadi kakak yang bisa nolongin mama dan adiknya, tapi kenyataannya gue engga—”

“keenan, jangan di terusin kalau enggak bisa. enggak apa-apa.”

mereka diam dalam dekapan untuk beberapa saat sebelum keenan kembali mengudarakan suaranya, “waktu ngeliat situasi di depan tadi. enggak tau, semuanya mendadak berhenti dan yang bisa gue ingat cuma bau darah dan ketakutan gue waktu kejadian itu. suara mama yang kesakitan, dan suara ayah yang masih nyoba untuk nenangin gue padahal dia sendiri lagi sekarat. semua memori-memori itu terulang, setelahnya gue lupa gimana caranya untuk nafas—”

“gue takut.”

“keenan, aku enggak tau seberapa buruk yang kamu rasakan setiap kenangan-kenangan enggak menyenangkan ini muncul. aku enggak tahu seberapa takut kamu waktu itu, enggak tahu seberapa gila ketakutan kamu setiap malam. keenan, aku enggak tau apa-apa perihal semua kesedihan dan semua ketakutan-ketakutan yang ada di dalam diri kamu, dan berapa lama kamu nanggung semuanya sendirian. yang aku tau sekarang cuma mau kamu tau kalau kamu bisa bagi semua ketakutan-ketakutan dan rasa sedih kamu itu ke aku.”

biru ikut menenggelamkan dirinya di tengah pelukan keenan, menghirup pelan wangi dari pemuda yang belakangan ini harumnya makin terasa familiar.

“keenan aku di sini, enggak kemana-mana.”

sebab biru sudah jatuh pertama kali jauh sebelum si tuan rupawan.


© illicitesther 2023