Jendral Marah
Hanan memarkirkan motornya di halaman rumah berlantai dua dengan halaman rumah yang luas di tumbuhi rerumputan hijau juga beberapa tanaman hias yang telah di tata sedemikian rupa, hanan melirik sebentar sebuah motor yang asing di matanya terparkir apik di halaman rumah ini.
namun hanan tak begitu ambil pusing, mungkin teman bang yesha, pikirnya.
dan tanpa ragu mengetuk pintu sebentar lalu di balas dengan suara yesha dari dalam sana untuk menyuruhnya segera masuk, saat masuk kedalam langsung di sambut dengan yesha yang tengah berkutat dengan laptop abu-abu miliknya.
“datang juga lo, langsung keatas aja kasian anaknya sakit bukannya minum obat tapi malah minta lo terus.” hanan tertawa menanggapi guarauan dari yesha.
“bunda kemana bang?” tanyanya setelah memperhatikan keadaan rumah yang cukup kosong, biasanya setiap kali dia datang bunda selalu ada di rumah.
“keluar bentar ada urusan, sekalian beliin satya soto, dia sakit banyak mau kayak orang lagi ngidam.” yesha tertawa “gak lo bikin ngidam beneran, kan?”
hanan hampir tersedak ludahnya sendiri, “istigfar bang.”
“becanda elah, udah keatas sana ada yasa juga lagi jengukin satya.”
satu alis hanan terangkat sebelah mendengar nama yang kerap kali di dengarnya kala menonton siaran perlombaan sirkuit di televisi, seharusnya dia sadar kalau motor yang di depan tadi itu milik si akun verified.
dan benar saja tepat saat hanan sampai di depan pintu, seseorang membukanya dari dalam sosok yang beberapa inchi lebih tinggi darinya itu menatapnya sebentar.
“hanan?”
hanan berdehem sebentar sebelum menangguk membuat orang tersebut mengangkat bahu dan alisnya dengan santai, “yasa temennya yesha, salam kenal, gue duluan temennya satya.”
hanan memandang datar sebentar agak tersinggung dengan gaya bicara pemuda di depannya, namun tak begitu ambil pusing langsung masuk kedalam kamar milik si manis yang di dominasi dengan warna pastel.
kedua bibirnya naik begitu saja mengukir wajah tampan hanan begitu melihat buntalan selimut diatas kasur itu tengah membelakanginya.
langkah kakiknya berjalan dengan pelan tanpa menimbulkan suara, namun agak terkejut ketika semakin dekat dia melihat sosok di balik buntalan itu sedikit bergetar, dan sekarang hanan bisa mendengar suara isakan perlahan meluai menyusul membuat hanan sedikit panik.
“satya, kenapa?” tak ada jawaban yang langsung membuat hanan meraih selimut yang menutupi seluruh tubuh satya.
meraih lengan satya membawanya kedalam dekapannya, sementara yang di dekap langsung membalas dengan erat menyembunyikan wajahnya di balik dada bidang hanan.
“satya.”
tak ada jawaban hanya suara isakan yang semakin mengeras di sertai dengan tarikan nafas yang tersendat akibat hidung tersumbat, jika saja satya tak sakit dia mungkin akan malu mengeluarkan suara itu.
“satya, kalau di panggil itu nyaut.”
“jendral jangan marah.” satya semakin membenamkan wajahnya pada dada hanan sesekali mengendus baunya meskipun agak sulit karena hidungnya tersumbat.
“enggak marah.” tangan besar hanan kini mengusap punggung satya yang masih sedikit bergetar, hanan bisa merasakan suhu tubuh satya yang memang lebih panas dari biasanya.
“kalau enggak marah, kenapa di panggil satya, marah kan?”
“enggak, makanya kalau lagi bicara itu liat orangnya.” kemudian mencoba untuk mengangkat wajahnya agar mau menatapnya namun anak itu saat sakit memang lebih sedikit keras kepala.
sangat bebal, tidak mau mendengarkan.
“satya.”
“jendral jangan panggil satya.” satya kemudian mengangkat wajahnya mengadah untuk melihatnya.
bekas air mata menjejak di wajahnya yang lebih pucat dari biasanya dengan hidung yang memerah. “iya makanga liat sini, kecil.”
“gak marah kan?” hanan menggeleng menanggapinya kemudian mengusap jejak air mata juga keringat yang membasahi dahinya membuat rambut satya sedikit lepek.
“lain kali kalau di bilangin itu di dengar, aku gak ngelarang kamu buat makan eskrimnya tapi aku bilang kamu harus tau batasan, eskrimnya bisa di simpan buat besok, aku cuma gak mau kamu sakit kayak gini.”
satya mengangguk yang di sertai dengan menarik napasnya yang tersumbat sebentar kemudian kembali memeluk hanan dengan erat.
“tadi sama yasa ngapain aja?”
“gak ngapa-ngapain, dia datang jenguk satya aja.” jelas satya yang membuat hanan hanya mengangguk paham.
“jangan cemburu sama kak yasa.”
“siapa yang cemburu.”
“aku, kan jendral memang cemburuan, kayak yang kemarin waktu aku di ajakin kak yasa ke partynya.”
“itu mah kamu aja yang pergi gak bilang-bilang.”
“yang bener?”
“hmm.”
“berarti boleh dong pergi sama kak yasa lagi.”
“gak ada yang nyuruh kamu buat pergi sama dia, dia punya pacar jangan cari masalah.”
“bilang aja cemburu.”
“enggak.”
“iya jendral cemburu.”
“enggak.”
“kalau memang gak cemburu, cium.” satya menengadahkan wajahnya menatap hanan membuat jarak mereka semakin menipis.
hanan ikut memajukan wajahnya, menyatukan dahi mereka, satya bisa merasakan nafas hanan mulai menyapu kulitnya membuat satya menutup matanya sebentar untuk menikmati setiap kehangatan yang di berikan hanan untuknya.
satya terus menantikannya namun setelah beberapa menit berlalu hanan tak melakukan gerakan apapun, kini malah menjauhkan wajahnya membuat satya menatapnya bingung penuh tanda tanya.
yang lebih tua kini menyentil dahinya membuatnya mengaduh, “kamu kecil gak boleh cium-cium.”
“jendral aku sudah dewasa udah boleh cium, sekarang ayo cium.”
“siapa yang ngajarin?”
“di ajarin azka, katanya aku udah boleh ciuman sama hanan karena udah tujuh belas.”
“kamu kecil kayak gini dewasa dari mananya.” hanan memgeratkan pelukannya membuat satya semakin tenggelam dalam peluknya dengan dagu yang di tumpukan di atas kepala satya.
“jendraaaaaal ayo cium.” satya yang merengek itu sebenarnya membuat hanan hampir kelepasan namun tersadar setelah beberapa saat.
“kenapa jadi minta cium terus?”
satya tampak berfikir sebentar sebelum kemudiam menghela nafas sebentar, “sebenarnya aku habis nonton drama, orang kalau kayak aku sama hanan itu pasti ciuman, tapi kenapa kita enggak?”
“yang kayak kita memang kayak apa?”
“ish, hanaaaaaaaan.”
“aku nanya, kecil.”
“yang kayak kita, aku sayang hanan, hanan sayang aku, iya kan?”
tatapan polos yang di berikan satya itu membuat hanan tertawa, sungguh kenapa satyanya sangat polos?
hanan memilih untuk tidak menjawab kemudian dengan gerakan cepat mengecup bibir satya beberapa detik kemudian menyudahinya sebelum satya sadar apa yang baru saja hanan lakukan.
“iiiih, itu apaaa? jendraaaal.”
“cium kan?”
“enggak berasa, lagiiii mau yang lama yang berasa.”
“sembuh dulu sana baru minta cium yang lama.”
“ish.”