Jejak pertama, langkah awal dari semua yang pernah ada.

< cw // mention about pistanthrophobia, character death.


dari semua yang pernah ada, rasa takut adalah segalanya yang paling menakutkan. takut untuk memulai, takut untuk mengakhiri, takut untuk terus berjalan, takut kehilangan pijakan, takut kehilangan arah, dan yang paling menyeramkan dari rasa takut itu adalah takut untuk kehilangan.

bagaikan nahkoda kapal di tengah laut yang kehilangan arah anginnya, seperti seekor rusa yang kehilangan jejaknya di dalam hutan yang gelap, seekor kucing yang lupa arah pulang ke rumah tuannya, semuanya mendadak terlihat sangat menyeramkan. tak ada cahaya yang bersinar dan menghangati tubuh, hanya ada kegelapan malam yang dingin menembus tulang, menghentikan pergerakan hanya bisa menggigil meraung untuk meminta kehangatan seperti kucing kecil di tengah badai salju yang kehilangan induknya.

terlantar, mengenaskan.

aksa di usianya yang baru genap lima tahun adalah segalanya. aksa yang tersenyum ceria, aksa yang tawanya terdengar merdu, aksa yang ketika tersenyum matanya ikut tersenyum bagaikan bulan sabit sempurna. aksa dengan segala kehangatannya, aksa kesayangan bunda, aksa jagoan ayah, dan aksa adik kecil nabila.

“kalau besar nanti, aksa mau jadi apa?”

“mau jadi seperti ayah, ayah hebat.”

“kenapa mau jadi seperti ayah?.”

kalau dulu pertanyaan itu akan di jawab dengan sumringah, dengan wajah bangga menjabarkan bahwa sang ayah adalah yang terbaik, pahlawan untuknya, untuk kakaknya dan untuk mama.

kalau dulu, itu adalah pertanyaan yang paling di tunggunya, untuk di jawab untuk memberitahu semua orang bahwa ayahnya adalah seorang yang membanggakan, ayahnya adalah nahkoda kapal yang berhasil berlayar di tengah badai yang datang memporak-porandakan awak kapal.

ayahnya adalah kebanggaan, dan bunda adalah orang yang selalu berada di belakang ayah untuk melindunginya, dia adalah malaikat tak bersayapnya ayah, aksa dan kakak.

sebuah rasa percaya yang amat tinggi dia tanamkan untuk sosok yang paling dia kagumi, rasa percaya yang dulunya dia yakinkan bahwa ayahnya akan selalu sama. yang selalu akan memanggil aksa sebagai jagoan. kepercayaan yang dia tanamkan sangat dalam itu membawa ekspektasinya terlalu jauh, aksa yang malang lupa bahwa pada dasarnya manusia adalah sang pengingkar handal, sang penipu ulung.

membuat aksa pada akhirnya menyadari, seharusnya ia tak pernah percaya.

dan semuanya menajadi semakin menakutkan ketika kepercayaan itu membawanya pada kenangan-kenangan paling menakutkan, menyedihkan menghantarkan aksa pada perasaan yang tak pernah ia bayangkan sebelumnya. kesedihan-kesedihan itu datang bertubi-tubi membawa satu-persatu memori bahagianya, hilang di telan angan percaya.

semakin jauh, semakin gelap, semakin tak ada lagi cahaya yang tersisa, ketakutan itu semakin menghantui aksa yang sendirian menopang dirinya sendiri dari semua kekacauan yang pernah ada, bunda tersayang, bundanya kakak, bundanya aksa.

“adek nanti gak boleh sedih, jangan nangis karena bunda. aksa kuat, aksa jagoannya bunda, pahlawannya bunda. dari semua jejak yang pernah ada, aksa akan selalu menjadi jejak yang membekas tak di kekang waktu, selamanya aksa akan selalu menjadi jejak yang menjadi bukti bahwa bunda punya seorang pahlawan yang selalu melindungi bunda, kamu jagoan buat bunda, jagoannya nabila, jagoan kita semua.”

dan ketika bunda memilih untuk pulang, aksa kehilangan pijakan.