Jejak kedua, kamu berharga hidupmu berharga.
cw // attempted suicide.
kehilangan pijkan, aksa yang malang kehilangan pijakannya. kehilangan tumpuan untuk terus berdiri, kehilangan sisa cahaya terangnya. kehilangan alasannya untuk tetap tinggal, kehilangan alasan untuk bertahan, kehilangan semua rasa yang seharusnya masih ada di dalam dirinya.
aksa kecil yang malang bagaikan kucing kecil di tengah badai salju yang kehilangan induknya, mengeong putus asa untuk mendapatkan kehangatan, meminta dengan putus asa, namun di tengah badai salju dimana semua orang menghabiskan waktu bersama hingga badai berakhir, tak ada yang menolongnya.
dia sendirian di tengah badai.
aksa cukup waras dengan pilihannya untuk berjalan kearah balkon kamar apartemennya yang berada jauh diatas tanah, kaki pucatnya yang berjalan lunglai bersentuhan langsung dengan dinginnya lantai apartemen yang sudah di huninya selama hampir dua tahun ini, bertahan hidup dari pahitnya kenyataan yang harus dia hadapi.
ketika kakinya mulai menginjak di pinggiran balkon yang tidak lagi memiliki penghalang dengan dunia luar, aksa merasakan hembusan angin yang menerpa kulitnya, rambutnya bergelombang terbawa angin sepoi-sepoi, sudah lama sekali rasanya aksa tidak menikmati bagaimana rasanya di terpa angin sepoi-sepoi yang menenangkan.
sekelebat ingatan masa kecilnya berlarian di dalam kepala, aksa yang masih belum mengenal pahitnya kehidupan tersenyum dengan riang tak ada beban di pundaknya, senyum ringan yang sudah lama sekali tak dia rasakan.
rasanya kembali sesak ketika semua memori bahagia itu datang menghampiri aksa yang kini sedang berada di ujung tanduk, seolah mengejek aksa yang hidupnya pernah di penuhi warna bahagia.
aksa tak tahu harus kemana lagi setelah ini, dia kehilangan pijakannya, kehilangan sosok wanita yang menjadi alasannya untuk tetap ingin melihat bahagia di dalam hidupnya yang hampir tak menyisakan bahagia lagi, terlalu banyak tangisan dan rasa tak terima pada semesta, kenapa hidupnya semenderita ini.
ketika semua kenangan bahagia itu tergantikan dengan memori paling mengenaskan yang pernah dia alami, aksa ingin marah bahkan di saat seperti ini pun kenangan itu masih terus menghantuinya, sejatinya kenangan itu tak akan pernah hilang dia akan selalu ada bahkan di tempat paling gelap di dunia sekalipun.
dan ketika perasaan marah itu kian tak terkontrol, aksa tak lagi bisa menahannya kemarahannya pada semesta yang mengutuknya, kemarahannya pada dirinya sendiri yang tak bisa lari dari rantai masa lalu, membawanya pada ujung rasa sakit, aksa memilih untuk menyudahi semuanya.
menyudahi rasa sakitnya, menyudahi memori-memori yang terus menghantuinya, menyudahi dirinya sendiri.
aksa memilih terjun bersama rasa sakit dan semua angan-angan tentang hari bagianya.
“maaf, maaf. tapi kamu berharga, hidupmu berharga.”
ketika dia seharusnya melebur bersama rasa sakitnya di bawah sana, aksa justru merasakan dia jatuh berdebam dengan punggung kepalanya yang di halangi oleh orang lain.
ada yang menghentikan aksa untuk mengakhiri dirinya sendiri. aksa marah, kenapa hanya untuk lepas dari semua yang menyiksanya sesulit ini, padahal aksa sudah bisa menerima bahwa dia akan berakhir hari ini.
tanpa sadar aksa meraung, mengamuk memukuli sosok itu dengan cukup brutal dengan air mata yang entah sejak kapan memghiasi wajahnya, “kenapa?!! kenapa?!! kenapa semua orang gak ngebiarin gue untuk lepas!!”
tak ada balasan yang aksa terima hanya suaranya yang terus menggema menyalahkan sosok yang kini justru merengkuhnya, memberi usapan lembut pada belakang punggungnya, membisikkan sebuah kalimat yang membuat aksa diam.
“kalau kamu menyerah hari ini tidak ada lagi hari esok untuk memulai semua yang baru.”
untuk pertama kalinya aksa merasa di rengkuh, merasakan hangat di tengah badai salju.