in this stage, i give my world for you.
seperti sebuah tarikan tiba-tiba yang mengejetukan, seperti di gelitiki di sekujur tubuh, sunghoon bersumpah dia tidak pernah segugup ini hanya untuk menonton sebuah konser pertunjukan yang sudah bertahun-tahun dia lakukan.
mulas di sertai dengan keringat dingin, dan tangan jay yang tak lepas dari genggangmannya untuk memastikan dia masih benar-benar menampakan kaki di atas tanah.
lautan cahaya di sertai dengan sorakan bergemuruh dari ratusan penonton yang datang membuat dirinya tersenyum di tengah rasa mulasnya, diam-diam menarik sudut bibirnya bangga kalau dia datang ke sini untuk menonton si dia yang menuliskan semuanya tentang sunghoon lewat sebuah karya.
dia banyak mendengar suara bisik-bisik para penonton yang datang, mempertanyakan bagaiman sih ethan lee itu? semua orang penasaran tentu saja.
ketika sang pembawa acara mengambil alih, secara resmi memulai pertinjukan musik solo milik ethan, semua lampu mendadak padam hanya tinggal pencahayaan yang di bawa oleh penonton yang menerangi.
satu lampu menyoroti satu arah di bersamai dengan suara musik yang terdengar familiar, ketika sang pemeran utama bernyanyi di hadapan banyak orang untuk yang pertama kalinya semua lampu kembali menyala memperlihatan si dia yang menjadi pemeran untama dalam cerita, semua orang bersorak histeris ketika ethan tersenyum dengan lambaian tangan.
pecah semua orang bersorak, bersenandung bersama, melupakan pelik siang hari dan terbang bersama serangaikan irama yang membuat melupakan sedikit keresahan yang tertinggal.
“gila, gua gak tau kalau bakalan sepecah ini konsernya.” minhee mengangkat suara, sedikit berteriak sebab banyaknya suara yang datang silih berganti menyulitkan pendengaran.
“keren temen lu,” itu jake yang bicara pada jay yang tidak lagi mengganggam sunghoon meskipun anak itu tidak ingin melepasnya.
“gue juga kaget ternyata dia bisa sekeren itu, emang ya kalau orang udah nemuin apa yang mereka suka, apa yang mereka mau dia bakalan kelihatan keren tanpa butuh effort apapun.”
jake hanya menanggapi dengan anggukan lalu ikut mengangkat tangannya ketika semua orang mengangkat tangannya bernyanyi bersama, meskipun dia tak benar-benar hapal lirik lagunya.
kalau kata minhee sih asikin aja.
setelah menyanyikan beberapa lagu miliknya, heeseung secara resmi memperkenalkan dirinya ke depan publik sebagai ethan lee, sang musisi.
menjadi seorang penyanyi pada awalnya bukanlah tujuan heeseung, dia hanya melakukan karena sekedar suka, tetapi tanpa sadar di dalam lirik-lirik lagu yang dia tulis setiap harinya heeseung menemukan dirinya, menemukan apa yang dia ingin lakukan.
siapa sangka heeseung yang dulunya hanya main gitar untuk menghilangkan rasa bosan, dan menulis lirik lagu untuk dia yang di cintai akan membawanya pada sebuah panggung megah dengan ratusan orang yang ikut bernyanyi menyuarakan nada-nada yang dia ciptakan.
tak ada yang lebih menyenengkan dari sebuah penerimaan, di terima dan merasa di hargai.
“today, in this stage i give my world for you. MAKE SOME NOISE!!!”
semua orang ikut bernyanyi dengan alunan musik yang mengikuti, semua orang terlihat sangat menikmati, beberapa orang berteriak menikmati euforianya.
tak ada yang lebih menenangkan dari pada melihat dia yang di cinta berdiri sendirian di tengah ratusan orang, dengan senyumnya yang menyenangkan itu terus di tatap.
sunghoon selamanya selalu menjadi dia yang akan pertama kali heeseung lihat.
tak ada tempat untuk berlari selain sunghoon.
tak ada senyum yang secerah matahari pagi selain sunghoon.
dan tidak akan ada ethan lee tanpa sunghoon, si dia yang selalu di cinta.
sunghoon langsung memegang lengan jay dengan erat ketika semua orang bernyanyi bersama, pandangannya masih terus tertuju keatas panggung di mana heeseung bernyanyi dengan sangat kerennya di mata sunghoon.
“jay, kalau nanti beneran pingsan di sini tolongin gue ya,”
jay hanya tertawa menanggapi sunghoon yang memelas. cih, cinta memang pandai membuat seenggok daging manusia jadi tolol.
“e-eh, oi kok gua di tinggal sih, gua masih lemes banget ini bopong dong pegel.”
itu sunghoon yang mengadu setelah konser usai, orang-orang mulai satu-persatu meninggalkan tempatnya, termasuk mereka berempat.
“ngesot,” itu minhee yang menggerutu sembari memegangi pingganya, yang di bilang hampir patah karena kelamaan berdiri.
“emang cuma gua yang bukan jompo di lingkaran setan ini.” jake menimpali, berbalik menatap kedua temannya yang tenaga seperti habis di serap dementor.
“lingkaran setan, di kiranya sekte sesat kali. tapi lu semua emang sesat sih,” jay menggeleng kebingungan masih terus berjalan menuju parkiran mobilnya berada.
sebuah mobil sedan berhenti di dekat mereka sambil mengklakson padahal tidak ada siapa-siapa di depannya, jay melirik sebentar melihat ketiga lainnya yang melihat kearah yang sama.
“hoon, masuk sana.”
“kok gua?” sunghoon menunjuk dirinya kebingungan.
“lama.” jay berbalik kemudiam mendorong sunghoon untuk jalan.
memaksanya masuk kedalam mobil sedan tersebut, menulikan telinganya dari dekingan sunghoon yang merusak telinga.
“woi, jongseng ini gimana, buka woiii mobil orangg, ini kalau gua di culik gimana, majikan gua siapa yang ngasih makan woii.”
sunghoon memukul-mukul jendela mobil dengan sambil terus berteriak, menggerutu memandangi jay yang malah melambaikan tangan pelan kemudian meninggalkan sunghoon di dalam mobil.
yang di tinggalkan mendengus kemudian berbalik untuk memperbaiki posisinya,
“anjing!!, kirain gak ada orang.”
“LAH, KOK LU ADA DI SINI?” sunghoon melotot menunjuk heeseung yang ternyata sudah sedari tadi duduk di sampingnya.
yang di tanyai hanya mengangkat bahu, kemudian menarik paha sunghoon dan membiarkan kepalanya tidur di atas sana.
“beraaaat, woii!”
sunghoon mengaduh, membuat si pengemudi di depan sana tertawa, “berisik juga ternyata.”
“yang bilang dia kalem juga siapa,” heeseung kemudian berbalik menghadap perut sunghoon menenggelamkan wajah sembari satu tangannya memeluk sunghoon.
“gua menejer elu, bukan sopir terus gak ada planning kalau gua bakalan jadi supir lu,”
“jalan aja napa, mau pulang gue.” ucap heeseung mengeratkan pelukannya di bersamai dengan mobil yang perlahan melaju.
“itu kan bunga dari aku kenapa ada di sini?” tanya sunghoon memperhatikan sebaket bunga yang di kursi penumpang di bagian depan.
“kan bunganya buat aku, di bawa pulang lah.”
“kalau tau gitu, tadi gak usah aku gojekin dong. langsung aku bawa ke rumah aja, gojek aku bayar 50 ribu soalnya jauh.”
“lagian sok ngide banget sih.”
“iya kan, buat selamat gitu gimana sih.”
heeseung tak menjawab malah meraih tangan heeseung menuju puncak kepalanya, menuntunnya untuk mengelus seolah paham sunghoon melakukannya tanpa perlu di tuntun lagi.
sunghoon gak akan marah meskipun rambut heeseung basah dengan keringat, kemudian menunduk menatap heeseung yang juga menatapnya dari bawah.
“apa?”
“enggak.”
aneh, bisa-bisanya sunghoon merasa perutnya di penuhi kupu-kupu beterbangan di perutnya hanya karena baru menyadari kalau heeseung tidur di pangkuannya.
sunghoon bukan orang yang kuat hati, tolong.
“sunghoon udah semester berapa?”
“lagi nyusun skripsi, lagi di masa-masa stresnya nyusun skripsi,” sunghoon tertawa mendengar yeonjun menajer heeseung terkikik di depan sana.
“hati-hati stres beneran. heeseung udah wisuda duluan kan ya?”
sunghoon mengangguk, “curang dia masa ospeknya barengan dianya lulus duluan ninggalin gue, untung aja gak gue demo waktu dia wisuda karena melanggar janjinya buat lulus bareng.”
“gua masih dendam sama lu tau, —lah tidur anaknya.”
sunghoon menatap heeseung yang terlelap dengan nafas yang teratur.
“biarin, pacar lu tu dua hari gak di tidur.”
“nyari mati kali.”
lagi-lagi yeonjun di buat menggeleng, meskipun bicaranya terdengar kasar sunghoon nyatanya masih terus mengusap puncak kepala yang lebih tua, memastikan dia tidur dengan tenang.
“gimana sama heeseung?”
“gimana apanya? baik-baik aja kok.” sunghoon sedikit kebingungan.
“maksudnya, gimana rasanya pacaran sama heeseung?”
sunghoon diam sebentar memikirkan kalimat apa yang bagus untuk mendeskripsikan bagaimana rasanya berpacaran dengan heeseung, “gimana ya, awalnya aneh sih waktu sadar gue pacaran sama heeseung yang dari kecil sampai sekarang tuh sama-sama terus, tapi lepas dari itu kalau gak sama heeseung juga gua gak bisa ngebayangin bakalan sama siapa, gak ada orang lain selain heeseung.” sunghoon memelan di akhir kalimatnya sambil terus mengusap puncak kepala heeseung.
jatuh cinta dengan heeseung itu merepotkan, merepotkan sunghoon yang tak bisa lepas dari heeseung.
dari dulu sampai sekarang, heeseung masih menjadi satu-satunya tempat ternyaman untuk bersandar, lebih dari apapun, sunghoon mencintai heeseung lebih dari semua lagu tentang dirinya.