hujan dan cerita yang belum usai
seperti hujan yang turun dari langit menyapa tanah kering yang mulai tandus, semua teman kelasnya berteriak kegirangan mendapati hujan turun di hari akhir sekolah sebelum hari libur tiba, beberapa dari mereka langsung berlarian menuju lapangan menikmati derasnya hujan sembari berlarian, masa putih abu-abu memanglah masa yang indah.
berbeda dengan sunghoon yang hanya menatap dari atas lantai dua menikmati sebuah persembahan ketika hujan turun, dia hanya penonton yang terpaksa menikmati persembahan sebab tak ada solusi lain selain menonton pertunjukan hingga selesai.
melihat minhee dan yunseong saling menggoda kemudian berlarian saling mengejar di dalam lapangan cukup untuk membuatnya terhibur, jay yang menikmati tiap rintikan hujan di tubub atletisnya sembari menggiring bola menuju ring lawan, sunghoon tahu pemuda itu sangat menikmati ketika dirinya menjadi pusat perhatian sebab sang pujaan hati sedang menontonnya di ujung koridor sana.
semuanya tampak punya cerita masing-masing di kisah dalam balutan putih abu-abu, sunghoon sendiri tak begitu yakin apakah dia punya atau memang tidak. sebab tak ada yang benar-benar membuatnya tertarik selama hampir tiga tahun masa putih abu-abu nya selain lulus cepat dan pergi sejauh-jauhnya kemana dia bisa lari.
katakanlah dia pengecut karena memang benar adanya. dia si tikus kecil yang berlagak menjadi seekor jaguar yang bisa menerkam seekor rusa.
“lo selalu marah tiap hujan turun.” matanya melirik pada sosok yang kini ikut berdiri di sampingnya.
“sok tahu.”
“raut wajah lo kelihatan jelas, apalagi setiap lo nyoba buat ngeliat langit, ekspresi yang selalu sama ketika langit mulai gelap, lo marah sama langit.”
“padahal gua rasa lo terlalu sibuk cuma buat merhatiin siswa bayangan di sekolah ini.”
dia betulan siswa bayangan, yang kehadirannya minim di ketahui selain teman kelasnya dan guru yang pernah mengajarnya, selebihnya ketika bertemu mereka akan mempertanyakan siapa sunghoon.
“justru karena lo siswa bayangan, di saat yang lain kumpul di lapangan, lo sendirian di atas sini ngebuat lo kelihatan lebih menonjol.” pemuda itu menatap sunghoon sekilas sebelum kemudian kembali menonton pertunjukan di bawah sana yang belum usai. “tanpa sadar sebenarnya lo sedang menunjukkan eksistensi lo.”
“mungkin cuma lo yang sadar.”
siswa dengan almamater osis berwarna biru itu mengangguk lalu memasukkan kedua tangannya kedalam saku almamaternya sedikit kedinginan dengan angin yang berhembus pelan, “mungkin karena gua gak pernah ngeliat orang lain selain lo.”
“gua gak suka hujan.”
“gua bisa ngajak lo baca buku atau sekedar ngobrol di dalam ruangan kalau hujan turun.”
“gua gak suka warna langit yang gelap waktu hujan turun.”
dia kemudian berdiri di hadapan sunghoon menghalangi seluruh arah padangnya dengan bahu kokohnya, membuat sunghoon mendongak untuk menatap wajah pemuda yang lebih tinggi beberapa senti darinya.
“lo bodoh.”
“menghindar dari gua dan ngatain gua bodoh gak akan ngebuat gua menganggap lo orang yang jahat dan kasar, gua selalu bilang kalau gua ngeliat lo dari arah manapun, gak cuma satu arah.”
“kenapa gak nyerah aja?”
“buat apa? kita bahkan belum mulai apapun.”
“lee heeseung.”
“park sunghoon.”
“dengerin gua, perasaan lo itu valid. hanya karena orang-orang bilang kita beda dan lo gak pantas sama gua, mereka tau apa soal kita? lantas lo membandingkan diri lo dengan orang lain, nyuruh gua buat sama orang yang lebih 'pantas'. lo gak harus membandingkan diri lo dengan orang lain karena sejak awal perbandingannya gak layak, yang gue mau cuma lo bukan yang lain.”
“buat apa gua dapat permata kalau yang gua mau itu elo.”
“lee heeseung.”
“iya?”
“gua kedinginan.”
“gua bisa meluk lo kalau lo kedinginan.”
“then, do it.”
dan ketika merasa dirinya di dekap sesuatu yang hangat, sunghoon pada akhirnya tersenyum menjatuhkan kepalanya di pundak yang lebih tinggi dengan tangannya yang memeluk si tampan dengan erat.
mungkin sesekali sunghoon harus melepaskan egonya, berhenti berteriak dengan isi kepalnya, berhenti berdebat dengan serangkaian skenario yang akan terjadi pada mereka selanjutnya.
mungkin sesekali sunghoon hanya perlu merentangkan tangan kemudian memeluk heeseung sambil tersenyum merasakan kehangatan.
sunghoon merasakan usapan di puncuk kepalanya dan dia lagi-lagi tersenyum, mungkin sudah saatnya sunghoon berhenti berbohong bahwa dia tak menginginkan heeseung.
pada kenyataannya dia menginginkan heeseung, sangat. sama seperti heeseung menginkannya.