gyuvin dan semua dunia dalam genggamannya
mungkin, mungkin, mungkin, dan seribu mungkin kemudian yang kembali diucap ketika gyuvin menyadari kalau semuanya tidak akan jadi begini kalau dia lebih dulu paham apa yang sebenarnya dia mau, tahu apa yang harus dilakukannya setelah ini. tapi akhirnya gyuvin cuma bisa tertawa mengenaskan dan hampir ditertawai taesan- sahabat sejolinya sampai di lantai-lantai, kalau-kalau dia tidak paham bahwa sahabatnya itu butuh di semangati juga.
tolol sih. itu taesan lagi yang bicara di depan wajah gyuvin entah tujuannya untuk menghibur atau memang jujur mengatainya tolol. ya meskipun dia tau, tapi rasanya tetap tidak terima kalau dikatai tolol sama manusia yang gak ada bedanya sama dia. mungkin nanti gyuvin bisa jadi orang yang teriak tolol di depan wajah taesan kalau waktunya sudah ada.
bicara perihal kenapa taesan sampai mengatainya tolol, gyuvin jadi kembali ingat di mana semuanya berawal.
gyuvin sejak kecil tidak pernah diajarkan untuk jadi serakah, pun tidak pernah dipaksa untuk terus berada diposisi nomor satu. tapi gyuvin terbiasa berada dipuncak tanpa harus bersusah payah, tanpa harus mengeluarkan banyak tenaga. lahir dengan kapasitas otak yang pandai secara alamiah tanpa harus berusaha dia bisa menjajaki peringkat satu umum meski dia cuma baca materi satu jam. hampir, gyuvin hampir sempurna dalam segala hal, kecuali rasa malas dan tingkahnya yang selalu buat sakit kepala.
gyuvin terbiasa jadi nomor satu tanpa harus berusha dan sewaktu ada adik kelas yang tiba-tiba menyalip posisinya sebagai peringkat satu umum di semester pertamanya membuat ego gyuvin entah sejak kapan gyuvin ingat itu ada, tersentil tak mau kalah.
harusnya dia cuma perlu belajar lebih untuk mengambil kembali posisinya, dan itu dilakukan gyuvin di semester setelahnya. kembali jadi nomor satu. sayangnya ada yang kurang, gyuvin butuh lebih. bocah tengil itu gak seharusnya cuma mengucapkan selamat lalu melengos seolah gyuvin cuma angin lalu ketika dia dengan bangga memperlihatkan hasil akhir semester ini.
entah apa yang gyuvin mau, tapi dia tidak suka diabaikan begitu. dia butuh diakui tapi ucapan selamat itu tidak cukup. egonya tersentil, entah ego yang mana atau hanya dia yang mengada-ngada.
han yujin namanya, bocah tengil itu. dunia mungkin terkena efek gas rumah kaca, atau mungkin ini karena lapisan ozon yang semakin menipis, atau mungkin ini karena efek kalkulus yang seharusnya tidak pernah dia kenal. yujin gak perlu ketemu kim gyuvin hanya untuk semua alasan tidak jelas yang seharusnya tidak pernah ada. sebab cuma dua hal yang bisa yujin ingat dari gyuvin; tolol dan menjengkelkan.
yujin masih ingat ketika manusia jenis kim gyuvin entah dari mana berhasil mendapatkan sepatunya yang seingatnya dia simpan di dalam kelas waktu itu dia sangkutkan diatas pohon yang mau diliat dari sisi manapun yujin tidak akan menyampainya jika tidak dengan bantuan tangga dari tukang bersih-bersih. dia ingat betul senyum remeh gyuvin yang buat dia ingin mencakar wajahnya sampai puas.
setelahnya gyuvin menemukan ban motornya bocor ketika pulang sekolah dan taesan sebagi orang yang tidak pernah tidak ada dalam ceritanya itu menertawainya. tak lama yujin lewat sambil tersenyum manis melambaikan tangannya, gyuvin jelas tau siapa pelakunya.
lama-lama semua orang jadi mengambil kesimpulan kalau mereka saling membenci karena harus rebutan posis nomor satu. yujin pikir begitu, gyuvin pikir begitu. gyuvin yakin dia begitu karena belum pernah ada yang bisa melangkahinya, tapi lama-lama gyuvin sadar dia menikmati wajah kesal yujin ketika dia sengaja membeli semua stok susu almond kesukaan yujin dan meminumnya seolah itu minuman yang enak dengan yujin yang berakhir melengos dari kantin dengan alis menukik padahal taesan tau gyuvin hampir muntah ketika mencoba menelan cairan kacang itu mati-matian ke dalam lehernya.
lama-lama bukan cuma wajah kesalnya, lama-lama gyuvin tau dia terkesima melihat yujin tertawa, betulan tertawa bukan karena dia melakukan sesuatu lagi. tapi tertawa ketika mereka dihukum karena menciptakan keributan untuk berdiri hormat ditengah lapangan ketika matahari sedang panas-panasnya. yujin tertawa karena gyuvin dengan semua celotehnya perihal guru-guru yang menjengkelkan itu keluar begitu saja dan berakhir gyuvin juga ikut tertawa. hatinya berdesir dan gyuvin sadar ini yang dia cari selama ini.
sayangnya gyuvin terlalu banyak buang waktu, terlalu banyak menyalahkan egonya, terlalu banyak gak pahamnya. dan dia malah melongo waktu taesan tau kalau dia ternyata naksir yujin tanpa harus diberi tau.
“orang kayak lu mana paham soal cinta-cintaan, tapi satu dunia tau lu naksir gila-gilaan sama tu anak.” gyuvin belum paham.
“orang tolol mana yang lari turun tangga tanpa mikir kalau dia bakalan jatuh waktu dengar yujin sakit, cuma orang bodoh yang nunggu sambil ujan-ujanan cuma buat mastiin kalau yujin udah pulang, cuma orang gajelas yang rela bawa motor sendirian buat bawain catatan yujin buat lomba tanpa disuruh. cuma elo yang gatau kalau lo lagi naksir berat sama han yujin itu.” dan gyuvin cuma bisa diam seperti orang tolol.
sayangnya ketika gyuvin sadar dengan jelas tentang perasaanya dia sudah terlanjur tidak bisa berbuat apa-apa, sebab yujin ternyata sudah pacaran dengan anak kelas lain, teman seangkatannya. dan yang bisa gyuvin dengan jelas hanya jarak diantara mereka yang makin terbentang jelas. gyuvin cuma bisa meremas lengannya sendiri ketika harus melihat yujin pulang sambil menggengam tangan pria lain yang bukan dia. lalu taesan cuma menepuk pundaknya.
gak ada hal berarti yang berubah, cuma mereka sudah tidak berkelahi hanya untuk hal sepele lagi sebab gyuvin jelas tau sampai mana batasnya. tidak ada hal yang berarti kecuali gyuvin yang merasa kalau dia gak bisa bernjak dari perasaannya meskipun tau yujin sudah punya orang lain.
dan diwaktu-waktu ketika gyuvin perlahan mulai merindukan intentitas yujin disekitarnya, gyuvin terjebak hujan padahal waktu itu lagi musim kemarau tapi tiba-tiba hujan, mungkin karena miris melihat debu yang makin menebal di mobil-mobil yang terparkir di sekitar jalan dan tanah yang mulai kering kerontang seperti kurang gizi. yang pasti gyuvin ingin sujud karena tiba-tiba yujin datang berteduh dihalte bersamanya. yujin gak sadar kalau ada gyuvin di situ ketika dia menggigil kedinginan dan gyuvin yang mendadak melepaskan hoodie nya untuk yujin yang kaget dengan keberadaan orang lain di sini.
“Buat apa?”
“gak ada yang bisa tanggung jawab kalau lo tiba-tiba hipotermia di sini.” hiperbola tapi tidak apa-apa.
“hahahaha, masih aja. tapi makasih.” ucapnya sebelum memakai hoodie kebesaran milik gyuvin yang buat tubuh kecilnya tenggelam di sana, dan gyuvin kesenangan bukan main dan bingung harus sujud kepada siapa.
“tumben pulang sendirian.” gyuvin jelas ingin menggali informasi.
“emang kenapa kalau gue pulang sendiri, kak?”
“gak apa-apa sih, tapi biasanya kan lo sama,” kalimatnya berhenti sebentar dia bersumpah tidak ingin menyebut nama lelaki yang berhasil melangkahinya dua langkah untuk yujin. “cowok lo.” tapi yang satu ini tai sekali ketika gyuvin mengucapkannya.
“lah, bukannya semua udah tau ya?” gyuvin kebingungan.
“gue udah putus dari sebulan yang lalu sama dia.” anak itu dengan santai menjelaskan seolah dia tidak kenapa-napa.
“kok bisa?” seharusnya gyuvin tidak perlu bertanya, salahkan hujan yang buat gyuvin semakin semangat.
“biasalah. gue sama dia udan ngerasa enggak kompatibel untuk hubungan ini. terus ya gitu, dia tiba-tiba punya pacar padahal sama gue belum putus, kan hitungannya gue diselingkuhin ya? tapi yaudah sih, gue juga udah mikirin buat putus dari jauh-jauh hari, jadi waktu ketahuan gue gak perlu nyari alasan yang lebih masuk akal buat udahan.” pemuda di sampingnya cuma mengangguk-ngangguk.
gyuvin gak pernah berniat jahat atau berniat untuk jadi jahat, tapi gyuvin diam-diam merasa lega. gak semua hal ada dalam genggamannya meskipun dia selalu bisa jadi nomor satu meski nggak berusha, dan untuk semua dunia yang ada di dalam genggamannya dan coba untuk dia raih, gak harus sekarang, gak perlu buru-buru, masih ada nanti.
mungkin, mungkin, mungkin dia punya kesempatannya dan gak harus sekarang.***