Fever
Heeseung berjalan memasuki bangunan apartemen yang berada di pusat kota tak jauh dari kediamannya, kakinya dengan santai berjalan sambil menenteng kantong plastik dengan merek supermarket berisi beberapa yogurt matcha juga dengan sekotak donat dengan varian yang sama untuk kekasih manisnya yang seharian ini mendekam di dalam apartemennya karena mendapat serangan tugas mendadak dari dosennya.
Langkahnya dengan yakin masuk kedalam sebuah lift, pukul 10 malam apartemen ini memang cukup ramai karena kebanyakan penumpangnya adalah pekerja kantoran yang sering sekali lembur jadi tak heran jika dia menemukan beberapa penghuni apartemen yang juga sedang menunggu di depan lift. Heeseung masuk kedalam lift kemudian menekan tombol angka 4, heeseung berdiri canggung dengan salah seorang yang setahu heeseung adalah tetangga unit pacarnya sesekali mereka saling senyum canggung.
“Pacarnya sunghoon, kan?” Heeseung hanya tersenyum kemudian mengangguk menanggapi orang tersebut.
“Sunghoon di bawain makanan, ya? Hari ini saya gak liat dia keluar dari unitnya sama sekali kecuali waktu dia keluar buang sampah bahkan sampai pesan grab untuk pesan makan, kayaknya anaknya gak enak badan soalnya saya liat dia make bye-bye fever di dahinya.” Heeseung sejujurnya cukup terkejut dengan fakta yang di sebutkan oleh tetangga unit kekasihnya itu, pasalnya sunghoon sama sekali tidak bilang kalau dia sakit.
Pintu lift terbuka heeseung mengucap terimakasih yang di balas anggukan oleh orang itu sebelum dia dengan terburu-buru masuk kedalam memencet pin keamanan yang heeseung hafal di luar kepala, dia masuk kemudian melepas sepatunya sebelum berucap cukup nyaring. “PAKET!!”
Membuat si manis yang duduk lesehan di depan meja ruang tamu sibuk dengan layar laptopnya melirik sebelum kemudian kembali fokus dengan laptopnya, “Dasar kurir gak sopan, main nyolong masuk aja.”
Heeseung tergelak sebentar, “Iya, kan kurir hatimu.”
“Apaan sih jijay banget.” Heeseung tertawa melihat bagaimana ekspresi sunghoon yang seolah tidak suka dengan ucapannya padahal di seberang sana pipinya memerah malu di goda seperti itu.
Heeseung berjalan menghampiri kekasihnya yang benar memang memakai bye-bye fever di dahinya, heeseung segera menghampiri kekasih manisnya itu duduk di sampingnya sesudah menaruh kantung belanjaannya di atas meja.
“Kamu gak enak badan kok gak bilang-bilang.” Heeseung menyentuh pipi sunghoon dengan belakang tangannya merasakan suhu tubuh kekasihnya yang memang cukup hangat.
“Buat apa? Nanti nyampe sini juga kamu tau.” Heeseung terkekeh geli sebelum beralih memeluk pinggang ramping kekasihnya lalu meletakkan kepalanya di pundak si manis.
Sunghoon merasakan pemuda di sampingnya ini dengan kurang ajarnya menjilat lehernya hendak menggigit sebelum sunghoon menjauhkan kepala pemuda itu dari lehernya. “Sana ih aku gak suka, kakak bau rokok.”
Heeseung mencium kaosnya merasa tidak sudah tidak sebau itu, “Udah gak bau lo aku dari rumah make parfum vanilanya jungwoon, baunya manis tau.”
“Tetep aja kakak bau rokok, sana hushh jangan deket-deket aku kalau masih bau rokok. Aku gamau di cium sama orang yang abis ngerokok.” Sunghoon menggerakkan tangannya mengusir heeseung kemudian beralih mengambil kantung belajaan heeseung mengambil satu buah yogurt kemudian membuka tutupnya menghisap yogurt tersebut sebelum kembali fokus dengan laptopnya.
“Padahal udah jam 10 lewat loh, udah lewat dari jadwal yang di tentukan harusnya ini kita udah dalam kamar.” Sunghoon melirik sinis heeseung yang masih ngotot dengan jadwalnya.
“Di bilang aku gamau di apa-apain sama orang yang bau rokok, siapa suruh ngerokok terus, mati tau rasa.” Heeseung kembali dibuat tertawa dengan wajah dongkol sunghoon.
“Nanti kamu nangis lagi kalau aku beneran mati, gak tega aku liatnya. Dari pada kamu manyun manyun begitu mending balik sini biar aku cium jangan pacaran sama laptop terus.”
“Gamau selama kamu masih bau rokok, wlee.” Sunghoon menjulurkan lidahnya kearah heeseung kembali membuat pemuda itu tergelak dengan kelakuannya.
“Trus aku harus ngapain dong sayangku, udah dua minggu lo ini jadwalnya di tunda terus karna kamu sering selingkuh sama si laptop ini, belum aja ku retakkan ginjalnya.”
“Dih apaan, laptop mana punya ginjal. Makanya kakaku sayang perbanyak ngotak mending kamu ambil handuk di dalam kamar trus mandi, pake tuh sabun detol di dalam wc, baru abis itu kamu kesini.”
“Yaampun, ini udah malam sayangku masa aku mandi malam.” Heeseung menolak kemudian kembali melingkarkan lengannya di pinggang si manis yang langsung di hadiahi cubitan di perut yang membuatnya meringis kesakitan karena cubitan itu tidak main-main.
“Mandi dulu atau enggak sama sekali.”
“Siap paduka, hamba segera mandi.” Sunghoon tertawa melihat punggung pemuda itu yang kini menjauh masuk kedalam kamarnya.
Sunghoon memilih untuk membuka sekotak donat yang di bawakan untuknya tadi menyantap donat itu dalam diam sesekali kembali fokus dengan laptopnya.
3 tahun berpacaran memang bukan waktu yang sebentar untuk membuat mereka saling mengenal lebih dari siapapun, sunghoon sendiri tahu kebiasaan merokok heeseung sudah sejak dari mereka SMA. Heeseung itu kakak tingkat yang sering sekali di hukum lari di lapangan semasa sekolah menengah karena sering ketahuan merokok dengan sobat karibnya joongseong.
Heeseung itu semasa sekolah menengah juga menjadi kakak kelas yang banyak sekali pengagumnya sunghoon ingat betul kalau dia dulu sering kesal melihat heeseung yang suka sekali tebar pesona. Apalagi saat sunghoon sedang sibuk belajar di jam istirahat di kursi dekat jendela heeseung sering kali menghampirinya entah itu sekedar mengetuk jendela atau mengedipkan matanya membuat sunghoon selalu mendelik padanya.
Dasar gak jelas
Pikir sunghoon dulu, sebelum kejadian di halte bus sewaktu mereka pulang sekolah sore itu hujan turun dengan begitu derasnya membasahi kota, sunghoon yang pada dasarnya memang tidak tahan dengan kedinginan memeluk diri sendiri di halte bus sebelum seseorang datang memakaikan jaket yang lumayan tebal untuknya.
“Pake aja, gue tau lo gak tahan dingin.
Sunghoon hanya terus diam canggung masih dengan gengsi selangitnya yang masih saja kesal denga pemuda tidak jelas itu, sebelum Heeseung mendadak lari dari halte bus ke tengah jalanan membuat sunghoon berteriak kaget karena pemuda itu hampir terlindas motor namun pemuda itu abai justru terus berjalan menembus derasnya hujan membuat sunghoon kembali terkejut ketika pemuda itu kembali ke halte dengan seragam basah kuyup dan seekor anak kucing mengeong dalam dekapannya.
“Kasian dia kehujanan.
Dari situ juga sunghoon tahu kalau sebenarnya pemuda itu tidak seburuk yang di pikirkannya.
“Mikirin apasih serius amat.” Heeseung datang dengan pakaian yang sudah di ganti juga rambutnya yang basah kuyup sehabis mandi.
“Gak mikirin apa-apa, kok.”
“Bohong, kamu pasti mikirin aku iya kan? Muka kamu kalau lagi mikirin aku tuh keliatan tahu.”
“Dih sok tahu, mana ada aku mikirin orang bau rokok.”
“Udah deh, muka kamu tuh merah tiap mikirin aku. Hayoloh kamu mikir yang aneh-aneh tentang aku kan? Ngaku hayo.” Ledeknya yang di hadiahi pelototan dari si manis.
Heeseung kemudian mendekatkan dirinya duduk di belakang sunghoon melingkarkan kembali lengangannya yang selalu tertunda sejak tadi, kali ini tak ada protesan dari si manis yang asik dengan matchanya. Heeseung menghirup ceruk leher sunghoon dalam-dalam sesekali mengecupnya pelan membuat sunghoon geli.
“Kamu make sabun aku, ya?” Heeseung mengangguk di cela leher sunghoon yang masih sibuk dengan kecup-kecupnya itu.
“Padahal udah aku beliin sabun lain biar sabunku gak di pake sama kamu.”
“Gak apa-apalah, nanti juga yang beliin kamu stok sabun juga aku.” Ucap heeseung yang teredam di leher sunghoon.
Heeseung berhenti dari acara kecup-kecupnya sebelum menarik tengkuk sunghoon untuk memberinya afeksi yang dua minggu ini di tahannya, sunghoon sendiri kini tidak menolak melilih bersandar di dada heeseung yang mengalungkan lengannya di leher kekasihnya itu kemudian ikut membalas setiap afeksi yang di berikan heeseung karena sejujurnya sunghoon juga merindukan afeksi dari pemuda ini.
Sunghoon kini berbalik duduk diatas pangkuan heeseung mengikis batas diantara mereka, berciuman dengan sangat dalam dan lama seperti yang sunghoon inginkan tadi. Sunghoon mengeratkan pelukannya di leher heeseung ketika merasa pemuda itu mengangkat tubuhnya berjalan masuk kedalam kamar tanpa ada niatan untuk melepas tautan bibir mereka.
Heeseung membaringkan tubuh sunghoon diatas tempat tidur berukuran sedang itu, mengukung tubuh sunghoon, sebelum akhirnya mereka melepaskan tautan mereka ketika dirasa nafasnya sudah hampir habis. Heeseung tertawa sebelum kemudian menghapus jejak liur di bibir sunghoon.
“Bibir kamu rasa matcha.” Heeseung kemudian merebahkan tubuhnya di samping sunghoon mendekap pemuda itu dalam-dalam.
“Iyalah, orang abis makan donat sama yogurt matcha yakali bibir aku rasa lemon.”
Heeseung tertawa kemudian mengigit hidung mandung sunghoon. “Jangan di gigit! Sakit tau!!” Keluhnya.
Lama mereka terdiam dengan posisi saling mendekap saling menyalurkan rasa rindu yang dua minggu ini baru sempat tersalurkan karena kesibukan dunia perkuliahan masing-masing.
“Gimana skripsiannya kakak?”
“Ya gitu deh, kemarin aku di suruh ganti judul lagi, itu udah yang ketiga kalinya harus ganti judul. Mamah sampe pusing sendiri ngeliat aku bolak balik masuk ruang kerja papa buat ngeprint ulang.”
“Kak, kalau capek bilang ya sama aku, jangan diam aja.” Sunghoon menulis acak dengan telunjuknya di dada heeseung membuat heeseung lagi-lagi berdecak gemas sebelum mengecup puncuk kepala di manis.
“Ini aku lagi capek, mau ngecas tenaga tapi colokannya nolak terus karna aku bau rokok, di suru mandi dulu katanya baru boleh ngecas.” Sunghoon tertawa mendengarkan penuturan absrud heeseung.
“Kak, cium lagi. Aku juga mau ngecas seharian ini capek gara-gara nugas terus.”
“Mau yang lebih gak?”
Semburat merah kembali menghiasi pipi sunghoon tanpa permisi, sunghoon sendiri tidak bodoh untuk tudak tahu kata lebih yang di maksud heeseung. Dia bimbang kembali menulis acak di dada heeseung.
“Aku lagi gak enak badan, takutnya nanti kakak ikutan sakit gara-gara aku.”
“Kalau sakitnya sama kamu sih aku gak masalah.”
Heeeseung tertawa sebentar sebelum kembali menautkan bibir mereka saling memberi afeksi menjemput manis yang sudah di tahan sejak lama.
Sunghoon pikir sakit bersama mungkin juga tidak terlalu buruk.