Dinner


Terjebak di kandang monster mungkin adalah kalimat yang paling tepat untuk sunghoon saat ini.

Ada sedikit rasa menyesal yang menyelimuti hatinya ketika dia menyadari bahwa lari dari semua masalah bukanlah hal yang tepat.

Karena pada kenyataannya dia lari dari nereka untuk menjemput neraka yang lebih menyiksa, sialnya dia lari dengan seorang iblis bertampang malaikat.

Iblis bertopeng malaikat datang padanya hari itu, mengulurkan tangan sambil tersenyum menarik sunghoon yang telah menggantung di sebuah jurang kematian. Bersikap baik padanya, memberikan semua apa yang selama ini tidak bisa sunghoon capai, dia menjanjikan sebuah kebebasan. Bebas dari nereka yang merantainya bertahun-tahun

Iblis memang sangat pandai menggoda seorang manusia yang berada diambang kewarasan hidupnya, iblis itu dulunya tersenyum kepadanya berjanji akan membawanya pada sebuah kebebasan.

Namun kenyataannya, ibilis itu berbohong.

Nyatanya sunghoon terkurung di neraka paling menyiksa.

Terkurung di tempat terpencil nan gelap, dimana tak akan ada satu orangpun yang bisa mendengar teriakannya sekeras apapun dia berteriak. Kakinya di rantai pada sebuah besi besar yang tidak memungkinkan sunghoon lari dari tempat itu, tangannya di borgol. Benar-benar terkurung.

Suara derit pintu membuat sunghoon mengalihkan pandangannya kedepan pintu, seseorang masuk dengan sebuah box hitam di tangannya.

“Good night, sunshine.” Sapanya sambil tersenyum cerah memperlihatkan deretan giginya yang rapih.

Namun sunghoon memilih abai, mendengus kasar kemudian mengalihkan kembali pandangannya kearah lain enggan melihat pemuda itu. “Come on honey, I'll bring dinner for you. “

Sunghoon menatap pemuda itu nyalang, serat akan emosi dan rasa kecewa. Dunia seolah menipunya lewat pemuda di hadapannya ini.

Dia lee heeseung tetangga barunya yang dulu terlihat sangat seperti malaikat saat menolong sunghoon yang berada diambang kewarasannya menghadapi keluarganya yang 'gila'.

Pada kenyataannya heeseung lebih 'gila' dibandingkan keluarganya.

“Honey, see what I brought for you.” Heeseung menaruh box hitam itu di meja di hadapan sunghoon, kemudian membukanya perlahan.

Bau amis memenuhi indra penciuman sunghoon membuatnya menyerengit jijik kontras dengan heeseung yang justru tersenyum lebar.

Sunghoon tidak bisa menjelaskan dengan jelas apa isi kotak hitam itu kepalanya pusing melihat isi box hitam tersebut. Di dalamnya ada beberapa potongan daging yang mengambang diatas kuah darah, juga dua bola mata yang sesekali menyembul kontras dengan warna merah darah di sekelilingnya.

Ini dinner yang di maksud heeseung

Entah itu bagian tubuh hewan atau manusia mana lagi yang di bawa heeeseung, sunghoon tak mau memikirkannya.

Heeseung kemudian memasukkan satu tangannya kedalam box itu, kemudian mengeluarkan satu bola mata yang penuhi darah kental tergeletak di atas meja, darah-darah kental itu melengket di tangan heeseung, beberapa tetes jatuh diatas lantai saat dia membawa tangannya turun dari atas meja.

“Tebak ini milik siapa, jika benar aku akan memberimu makanan sungguhan, jika salah kau tau apa yang akan kulakukan, ada dua kesempatan.”

Sunghoon menelan ludahnya kasar, permainan yang selalu ingin sunghoon hindari karena sejatinya pemuda di hadapannya ini tak punya belas kasih sama sekali ketika menghukumnya.

Sunghoon menatap mata yang di penuhi dengan darah kental itu, sesekali menatap heeseung bergantian yang kini duduk di kursi di hadapannya sambil bertopang dagu dengan tangan yang penuh dengan darah mengotori dagu dan pipinya, seolah itu hanya air biasa.

“H-hewan?”

“No honey, bukan kah sudah kuajari cara membedakan mata hewan dan manusia? Ah, sepertinya kau tidak pernah mendengarkanku ketika sedang di beri pelajaran.”

Sunghoon tak habis pikir dengan pemikiran gila heeseung, bagaimana dia menyebut bersetubuh sambil melihat koleksi tak manusiawi milik heeseung di sebut dengan pelajaran.

“Biar ku beri clue, dia tinggal di nerakamu.” Sunghoon termenung.

“Paman K-kim?” Heeseung menggeleng kemudian tersenyum berjalan kearah sunghoon yang kini tengah panik. “Heeseung p-pleease, jangan lagi.”

Heeseung mengangkat bahunya tak peduli kemudian, jongkok di hadapan sunghoon yang terbelenggu tidak bisa kemana-mana. “Pertama, You don't seem to remember that Uncle Kim has become one of my collections.”

Tangannya menunjuk kesebuah pintu di pohok kanan sana, “di dalam box kaca, satu tangan dan satu mata itu milik paman kim.”

“Kedua, waktunya terima hukuman kamu, sayang.” Heeseung mencelupkan tangannya kedalam box hitam diatas meja, kemudian kembali mengeluarkan tangannya yang kini di penuhi dengan darah.

Tangannya kini beralih, mengusap pipi putih sunghoon dengan tangannya yang di penuhi darah kini kontras dengan warna putih kulit sunghoong, dari pipi kemudian bibir.

Bibir sunghoon dilumuri darah, sunghoon terdiam menutup mulutnya tidak membiarkan darah itu masuk kedalam mulutnya lagi.

Heeseung tahu bahwa sedari tadi sunghoon enggan membuka mulutnya, maka dengan itu heeseung akan dengan senang hati membantu sunghoon untuk membuka bibirnya.

Heeseung mengeluarkan sebuah pisau modif sebesar jari telunjuk memperlihatkannya kepada sunghoon yang kini terbelak kemudian menggeleng agar heeseung tidak melanjutkam niatnya.

“Awalnya juga aku gak mau, honey. Tapi hari ini kamu kayaknya lagi gak bisa nurut sama aku, jadi enjoy your punishment.”

Heeseung mencengkram kedua pipi heeseung kemudian menggores pipi heeseung dengan pisau tadi, heeseung menggoresnya dengan perlahan menikmati bagaimana ringisan menyakitkan itu keluar dari bibir indah sunghoon yang di penuhi dengan darah.

“A-ahhk, please s-stop.” Heeseung berhenti kemudian menatap bangga goresan itu yang kini mengeluarkan darah membuat sunghoon meringis tertahan.

Heeseung kemudian menjilat goresan itu membuat sunghoon kembali menringis kesakitan merasakan perih bagaimana ludah basah heeseung bersentuhan dengan goresan di pipinya.

Kemudian heeseung mengecup bibir sunghoon yang di penuhi darah, mengecupnya berkali-kali sebelum melahap habis bibir sunghoon.

Kecipak basah terdengar dengar nyaring, sunghoon sesekali meringis menutup mata entah meringis karena perih di pipinya atau karena berbagi rasa amis dari darah dengan heeseung yang terkadang tak sengaja di telannya.

Heeseung melepaskan tautan mereka menciptakan benang silva yang kini berubah warna menjadi agak kemerahan karena mereka berciuman dengan darah.

“Kesempatan terakhir untuk jawab tebak-tebakan aku, cluenya udah aku kasih dengan jelas, mata dan nerakamu. Kalau kamu gak bisa jawab dinner kamu malam ini yang ada di box hitam itu yang pastinya ada tambahan dessert dari aku.”

Semuanya mungkin terdengar terlalu menyeramkan bagi sunghoon, dinner yang ada di hadapannya jika dia salah menebak juga dessert yang di maksud heeseung.

Dia tahu dessert yang dimaksud itu bersetubuh dengan membahas semua koleksi tak manusiawi heeseung sehabis memakan makan yang sebetulnya tidak pantas di sebut makanan oleh manusia kecuali heeseung.

Dia punya satu jawaban di dalam kepalanya, namun cukup lama Sunghoon terdiam banyak memikirkan. Hanya satu kesempatan untuk mejawab di sama dengan pilihan mati atau hidup.

“I'm waiting for your answer, sweetie.”

“A-ayah.”

Sunghoon terkejeut mendengar suara tepuk tangan heeseung. Jadi, ini alasan kenapa pemuda itu pergi sangat lama.

Sunghoon menatap mata yang tergeletak diatas meja itu dengan diam, mengabaikan heeseung yang kini berjalan menyalakan saklar lampu, kemudian membuka kulkas menyiapkan bahan makanan untuk di masak.

Kemudian kembali terkejut saat heeseung kembali menghampirinya, membuka borgol di tangannya, “Reward karena mamu berhasil nebak.” Kemudian mengecup bibirnya pelan sebelum kembali ke pantry untuk memasak makanan yang sebenarnya, untuk sunghoon.

Sunghoon menatap heeseung yang terlihat sedang serius memasak, pikirannya melayang di hari dimana dia masih melihat heeseung sebagai malaikat, rasanya heeseung di hadapannya ini bukan heeseung yang dulu di kenalnya.

Tapi inilah heeseung yang sebenarnya, monster berkedok manusia.

Atau

Iblis bertopeng malaikat.

Tak selang beberapa lama heeseung datang dengan masakannya yang dihias diatas piring dengan indah, kemudian menarik kursi lainnya untuk duduk di hadapan sunghoon yang kini menatapnya entah sedang memikirkan apa heeseung tak bisa membacanya terlalu banyak emosi di dalam sana.

Heeseung memerikan segelas air minum untuk sunghoon kemudian menyuapinya makanan yang tadi di buatnya. “Aku bawa matanya buat kamu.”

Sunghoon menyerengit bingung, tak mengerti maksud pemuda di hadpaannya ini.

“Aku bawa matanya buat kamu, karena kamu sering cerita kalau ayah kamu sering ngintipin kamu pas lagi mandi atau tidur. Hari ini aku bawa matanya buat kamu, terserah mau kamu apakan mau kamu gantung, injak-injak atau kasih makan anjing terserah kamu.

Dia gak akan pernah lihat kamu lagi, kamu bebas dan gak akan pernah takut lagi dia gak akan pernah nemuin kamu, mungkin orang perumahan bakal kaget ngeliat mayat ayah kamu tergantung di belakang rumah tanpa mata.” Heeseung tertawa membayangkan ekspresi orang-orang saat melihat mayat bergelantungan tanpa mata di sekitaran apartemen.

Sunghoon terdiam cukup lama, sesekali berhenti mengunyah. Sejujurnya sunghoon tidak peduli dengan orang yang di sebut ayahnya itu.

Bukan urusan sunghoon, justru lebih baik jika dia mati.

Pikirannya justru tertuju pada pemuda di hadpaannya ini, sunghoon mengangkat kedua tangannya kemudian menangkup wajah heeseung sesekali mengusapnya. Tanpa di jabarkan pun sunghoon tahu heeseung mencintainya.

Entah itu bisa di sebut cinta atau hanya sebuah obsesi, sunghoon tidak tahu harus menyebutnya apa.

kamu bebas dan gak akan pernah takut lagi dia gak akan pernah nemuin kamu

Iblis ini sejatinya menepati janjinya pada sunghoon, membebaskannya dari neraka yang menjeratnya selama bertahun-tahun.

Dia menepati janjinya, membebaskan sunghoon dengan caranya yang tidak manusiawi.

Dia membebaskan sunghoon dengan caranya sendiri.

Sunghoon kembali terdiam menatap wajah heeseung dengan darah yang mengering di sekitar wajah dan juga bajunya.

Sunghoon tidak tahu dengan cara apa nantinya dia bisa lari dari rantaian iblis bertopeng ini.

Atau mungkin dia akan mati di sini dengan semua kegilaan heeseung.

Namun sunghoon melupakan hal penting

Satu hal yang sunghoon lupakan bahwa seorang iblis sangat pandai menggoda seorang manusia yang berada diambang kewarasan.

Sunghoon melupakan fakta bahwasanya iblis tetaplah iblis yang pandai menggoda hanya dengan sebuah bisikan.