Dari Noa untuk Papa yang pernah gagal meraih mimpi
This au inspired by Junior Master Chef Australia S2 —warnings! causing a little pain and frustassed
Suara dentingan jam yang memenuhi ruangan membuat semuanya tegang, orang tua peserta yang saling mengintrupsi anak-anak dan menyemangati, tiga peserta yang tersisa pada sore hari ini terlihat sangat sibuk dengan masakan mereka.
Ada Filo yang sibuk memanaskan coklat, Nathalie dengan dessert delima miliknya, juga Noa yang tengah memanggang kelapa diatas teflon.
“Noa, kelapanya terbakar kamu harus lebih cepat.” Noa menatap kearah pria dewasa dengan paras manis itu sebentar, kemudian pergi menuju kearah teflonnya.
“Papa it's not burning, toasting.” Noa tertawa dalam hati menatap ekspresi papanya dan mengucap maaf karena terlalu khawatir.
Dia paham kenapa papanya terlihat sangat panik, mungkin juga menjadi alasan kenapa Noa ada di sini.
“Kids, waktu kalian tersisa dua jam lagi.”
“YES, CHEF.” ucap mereka serempak, menimbulkan senyum dari pria dewasa lainnya yang tadi mengintrupsi.
Namanya Lee Heeseung seorang chef terkenal yang keahlian memasaknya tidak perlu lagi di ragukan, mungkin jika tidak sedang berkompetisi Noa akan berteriak dengan lantang kalau orang hebat itu Ayahnya.
Mungkin memang keputusan yang agak salah mengikuti perlombaan dimana ayahmu yang menjadi jurinya, sejak pertama ikut pertandingan ini Noa sudah di ikut berita miring dengan fakta bahwa ayahnya menjadi bagian penting dari acara ini.
Namun Noa akan membuktikan kalau dia bisa sampai di babak ini atas kerja kerasnya sendiri, dia berhasil sampai ke sini karena orang yang kini sibuk menyemangatinya dari atas sana namanya Lee Sunghoon, papanya.
Noa mencampurkan kelapa itu dengan susu kemudian mengaduknya dengan telaten kemudian beralih dengan batang serai, merebusnya yang kemudian di campur dengan perasan jeruk nipis.
“Hei, Noa bisa beri tahu aku apa yang akan kau buat?” Pertanyaan dari wanita dengan dress mewah berwarna hijau itu dengan lantang.
“Yes chef, it's toaster coconut ice cream slice with a brown bread crumb davidson plum maringue, davidson plum pearls and lemongrass granite.” jelasnya sambil mencampur beberapa bahan-bahan yang dia perlukan.
Wanita itu tersenyum puas, “Very very interesting, very tropical, i love it.”
Noa sangat menyukai makanan penutup dengan bahan-bahan tranquil seperti kelapa dan serai, papanya sering mengatakan dia memyukai toaster coconut ice cream buatannya yang membawa rasa bakar yang bagus untuk hidangan.
“Oh, Noa you should brunt your butter.” Papanya lagi-lagi berujar pelan diatas sana melihat butter miliknya yang berubah warna.
“It's brown butter not burnt butter, Papa.”
Jawaban santai dari noa itu membuat tiga juri di depan sana tertawa juga menimbulkan gelak tawa pada dirinya sendiri, “I'm sorry Lee.”
Noa hanya tertawa melihat Papanya yang mudah sekali panik, sebuah kebiasaan jika dia merasa terdesak juga ingatkan Noa untuk menghilangkan kebiasaan Papanya yang satu itu.
Noa kemudian melanjutkan untuk memasukkan adonan eskrim dan kelapanya kedalam lemari pendingin, suasana ruangan semakin mencekam ketika waktu dari dentingan jam raksasa itu terus berbunyi membuat mereka semakin di buru waktu. Noa menatap kearah belakang ketika mendengar suara seorang wanita di atas sana mengintrupsi Filo yang memegangi kepalanya sepertinya dia kehilangan konsentrasi untuk mengingat apa saja yang akan dia lakukan.
“Filo tenangkan dirimu.” Teriak Noa kemudian yang segera di ikuti noa dengan mengatur nafasnya perlahan untuk kembali memfokuskan dirinya, dia terlalu bersemangat sehingga kehilangan konsentrasi.
Rasa frustasi ketika terdesak memang sangat menyulitkan.
“Time to start planting up.”
Jam besar itu kini menunjuk ke angka lima, membuat ketika peserta itu semakin merasa terdesak oleh waktu Nathalie yang sibuk dengan biji delimanya kini menatap kearah jam besar yang menggantung itu dengan cukup panik berbeda dengan Filo yang kini sudah mengingat apa yang harus dia lakukan.
“Tak perlu panik Nathalie.” Intrupsi Noa.
“Harusnya aku bisa setenang dirimu.” Gadis itu tersenyum kemudian kembali fokus dengan rancangan dessert miliknya.
Kemudia anak berusia 7 tahun itu kini berlari kearah ovennya untuk mengambil roti coklatnya, dia ingin membuat lapisan remah roti coklat di bagian bawah dessert dan toaster coconut ice cream di atasnya. Ini adalah grand finale dia harus memastikan bahwa hidangannya terlihat sempurna.
Noa kemudian mencoba untuk mengeluarkan remahan roti coklatnya dari cetakan dengan perlahan, namun ternyata itu terlalu keras sehingga membuat beberapa bagiannya patah.
“Ah, they're all breaking.” Remahan roti itu belum cukup mentega membuatnya jatuh berantakan.
Dia mencoba untuk menyiapkannya diatas meja mencoba menyatukan bagian-bagian yang patah itu. “Ice cream, that ice cream, Noa.”
Setelah selesai membentuk remahan roti itu dia langsung berlari menujur ke lemari pendingin dan mengambil ice creamnya yang masih berada dalam wadah cetakan, dia harus melakukan planting up, kemudian mencoba untuk mengeluarkan eskrimnya dari dalam cetakan.
Tetapi ice cream itu sepertinya juga mengikuti jejak remahan roti miliknya tadi, Noa kemudian mendongak menatap Papanya yang juga melihatnya, jika dia meletakkan ice cream itu diatas creamnya itu akan meleleh dengan sangat cepat. Noa mencoba bagian ice cream yang lainnya namun hasilnya tetap sama.
“You can do it, sweetie.” Sunghoon melihat raut kecewa di wajah anak semata wayangnya itu dia mencoba untuk menenangkannya.
“No, oh my god.” Suaranya mulai bergetar ketika semua ice creamnya berakhir sama.
“You can do it, my love.” Sunghoon tersenyum lembut menatap mata anaknya yang mulai berkaca-kaca.
Noa menggeleng kemudian menghalangi wajahnya dengan tangannya, dia merasa ingin menyerah ketika melihat semua ice cream dan rotinya kini berantakan. “Hei, gak apa-apa kamu bisa, sayang.”
Suasana mendadak hening ketika Noa mulai mengusap air matanya, Nathalie dan Filo menghentikan aktivitas mereka, juga ketiga juri yang kini terdiam khawatir melihat Noa yang mengusap air matanya perlahan.
“Go Noa you got it, don't give up.” Wanita dengan setelan dress berwarna hijau untuk mencoba untuk menenangkannya.
“Come on darling, you can do it.” Namun Noa menggeleng kembali mengusap air matanya, dia kecewa dengan dirinya sendiri.
Seharusnya dia lebih berhati-hati, seharunya dia lebih memperhatikan penakarannya tadi, semua ini tidak akan terjadi jika dia tidak lalai, Papa dan Ayah pasti akan kecewa.
Anak laki-laki itu kini putar balik berjalan rasanya kepalanya hampir meledak memikirkan dia harus bagaimana setelah ini, waktunya semakin menipis tak ada waktu untuk mengulang lagi, dia gagal.
Sunghoon menatap panik kemudiam mengalihkan pandangannya kearah Heeseung yang kini juga menatapnya dia tersenyum pelan kemudian menggerakkan sedikit kepalanya untuk mengintrupsi agar Sunghoon kebawah sana untuk menenangkan Noa.
Noa yang melihat Papanya yang datang berjalan kearahnya mencoba untuk menghindarinya sambil menggeleng mengusap air matanya yang menetes pelan, Sunghoon tau Noa adalah sosok perfeksionis dia sering terpuruk ketika gagal melakukan sesuatu, Sunghoon meraih bahu putra tunggalnya itu kemudian memeluknya, Noa balas memeluknya sambil terisak.
Sunghoon melepas pelukannya kemudian berjongkok untuk mengusap air mata putranya.
“Noa, Papa bangga sama kamu semuanya berhasil, ice cream buat kamu itu enak, the brown bread will be yummy, it will taste good but the maringue would taste good, don't worry, okay?“
Sunghoon kemudian tersenyum kearah putranya, “Gagal itu gak apa-apa Noa, jangan takut untuk gagal, kamu bisa lihat dari Ayah, bisa sampai ke titik ini itu gak mudah Ayah berkali-kali jatuh bangun, kamu bilang kamu mau jadi chef hebat kayak Ayah kuncinya cuma satu jangan takut gagal dan jangan takut untuk mencoba, Papa sama Ayah gak akan marah kalau kamu gagal, jangan sedih lagi masa anak Papa sama Ayah yang pemberani ini nangis.”
“Don't worry, it's gonna be okay don't worry about it, you said to me you want to best gift to Papa, and now show you best gift for Papa.” Noa melirik kearah papanya yang kini tersenyum bangga kearahnya.
Noa tersenyum benar kata Ayah, dia tidak boleh menyerah saat ini karena belum memberikan hadiah terbaiknya untuk Papa.
“I always try to get everything right but i mean that's just not how life works, junior master chef has been the best experience i have had and i'm not gonna give up i'm just gonna keep on and pushing on and rely those flavors.”
Papa berhak untuk mendapat hadiah terbaik.
Nathalie dan Filo berteriak mengatakan bahwa dia bisa melakukan ini, membuat Noa sadar dia masih harus tetap berjuang.
“You can do this, let's go Noa. Hustle junior you've only got three minutes.”
Mereka semua selesai tepat waktu, Nathalie dan Filo telah selesai membawa sajian mereka kepada juri, kini gilirannya di bantu salah satu orang kru untuk membawa dua piringnya menuju keruangan dimana para juri dan papanya akan mencicipi dessert buatannya.
Noa menaruh kedua keempat piring hidangannya di atas meja, kemudian menatap para juri menunggu pertanyaan dari mereka. “All right Noa, what have you cooked for us today?” Heeseung bertanya lebih dulu.
Noa kemudian tersenyum menatap juri yang memandangnya penuh dengan penasaran, “Hari ini saya membuat kekacauan, jadi saya menamainya dengan Tropical Mess.”
“That's the perfect name.” Itu membuat gelak tawa di dalam ruangan, nama yang cukup menarik.
Setelah berbincang beberapa saat dan menjelaskan perihal makanannya, Noa segara keluar dari tempat itu kemudian berjalan dengan gugup dimana Nathalie dan Filo menyambutnya dengan senyum, sebuah ikatan yang terjadi sepanjang perjalanan yang melelahkan ini merarik mereka untuk saling merengkuh, dan mengatakan siapapun yang memanangkan trofi itu dia layak untuk mendapatkannya.
“Kita semua layak untuk mendapatkan trofi itu, namun tak peduli siapa yang akan memdapatkannya kita semua telah melakukan yang terbaik.”
“Junior Master Chef is a life-changing competition, pada kesempatan ini salah satu diantara kalian akan mendapatkan trofi dan memenangkan 25000 dollar, dan akan menjadi Junior Master Chef 2020, tidak peduli apakah kalian memenangkan tittle atau tidak, Anda sudah memenangkan hati dan rasa hormat kami dengan sangat baik.” Wanita itu bicara dengan menahan nafas mencoba untuk lebih santai kerena sejujurnya ini cukup sulit.
“Kami hanya ingin mengucapkan terima kasih, karena kami bertiga membuat pekerjaanmu sangat sulit. Tapi, setelah diskusi panjang, kami telah mengambil keputusan, seperti biasa, kami bertanya pada diri sendiri pertanyaan yang sangat penting, Menu yang paling ingin kita makan lagi dan pada titik itu kita semua sepakat kita merasa ada satu menu menonjol di atas semua yang lain dalam trem kelezatan murni dan orang yang dimasak menu dan memenangkan junior master chef 2020, adalah ... “
Wanita itu menggantungkan ucapannya, membuat suasan sekitar semakin tegang Sunghoon yang berdiri di belakang Noa mencoba untuk menenangkan Noa yang cukup tegang, dia menggengam tangan kecil putranya yang terasa lebih dingin berbisik kalaupun iya tidak menang tak apa dia sudah menunjukkan bahwa dia sampai pada tahap ini karena hasil kerja kerasnya bukan atas Ayahnya.
“Selamat kepada Noa Lee.” Noa terdiam beberapas saat kemudian berbalik untuk memeluk Sunghoon dengan erat.
“You did well Noa.”Ucap Filo yang di angguki oleh Nathalie.
Suara tepuk tangan menggema di seluruh ruangan Noa tersenyum lebar kemudian berbalik kedepan dimana Ayahnya tersenyum sembari merentangkan tangan, “Noa you've done it? How you feel?”
Noa tidak menjawab kali ini dia justru berlari kedalam rengkuhan Ayahnya memeluknya erat mengatakan bahwa dia berhasil membuktikan semuanya, juga berita miring yang mengikutinya sejak awal dia mengikuti perlombaan ini dia berhasil membuktikan kualitas dirinya untuk menjadi seorang Chef sepertinya ayahnya.
Juga berhasil memberikan hadiah terbaik untuk Papanya.
Setelah melalui beberapa tahapan-tahapan yang panjang, Sunghon dan Heeseung kini telah sampai di kediaman mereka bersama sang anak yang sepertinya terlihat sangat bersemangat.
“Papa ayo duduk di sini!!” Noa mengintrupsi menepuk-nepuk sofa kosong di sampingnya.
“Kamu kenapa, kok semangat banget?” Tanyanya heran kemudian menatap Heeseung yang kini mengangkat bahunya.
Sunghoon kemudian duduk menghadap Noa yang kini mengambil trofi lalu memberikannya kepada sunghoon, pria itu justru terdiam menatap putra semata wayangnya dengan bingung. “Buat Papa, trofi ini dari Noa untuk Papa.”
Meskipun sedikit kebingungan Sunghoon meraih trofi itu kemudian menatap nama yang tertera di bagian bawah trofi Noa Lee, Sunghoon tersenyum kemudian mengusap ukiran nama itu beberapa kali kemudian beralih untuk memindahkan trofi itu kesampingnya lalu kembali menatap Noa yang bertopang dagu.
Heeseung sendiri duduk di single sofa menatap interaksi dua orang terkasihnya yang mengundang senyum untuk mengukir wajahnya, banyaknya Heeseung bersyukur bahwa meskipun dia termasuk kepala keluarga yang cukup sibuk namun keluarga mereka bukan keluarga yang kurang akan kasih sayang dan Heeseung sangat amat bersyukur dengan itu.
“Kenapa di kasih Papa?” Tanya Sunghoon kemudian membuat Noa kini meraih kedua lengan panjang Sunghoon untuk di genggam.
“Dari Noa untuk Papa yang pernah gagal meraih mimpi.”
“Dari Noa untuk Papa yang pernah merelakan mimpinya demi Noa.”
“Ayah diam-diam cerita soal piagam di dalam lemari Papa, Papa dulunya punya mimpi yang sama seperti Ayah sama juga dengan Noa tapi Papa berhenti demi Noa, karena vonis dari dokter.” Noa mengeratkan genggaman tangannya tatkala melihat wajah Papanya yang mulai memerah menahan tangis.
“Kalau dulu Papa merelakan impian Papa untuk Noa, maka hari ini Noa yang mewujudkan impian Papa yang pernah gagal, Noa berhasil melengkapi puzzle terakhir dari mimpi Papa, kalau dulu Papa pernah gagal untuk jadi chef Noa berhasil meraih itu demi Papa.”
Tanpa berkata apapun lagi Sunghoon segera menarik putranya untuk di dekap, memeluknya dengan erat dan penuh sayang, Sunghoon menangis dalam pelukan Noa, semakin terisak ketika merasakan tangan kecil putranya mengelus punggungnya perlahan.
Rasanya seperti tidak nyata untuk Sunghoon, kebahagiaan datang bertubi-tubi membuatnya menangis penuh haru Sunghoon tak pernah menyangka bahwa anaknya memikirkan semua itu, tak pernah menyangka bahwa alasan Noa selalu ngotot ingin ikut kelas memasak itu karena dirinya.
Pikirannya kembali melayang kebeberapa tahun silam dimana dia bertemu dengan Heeseung di acara yang sama, tak sengaja menjalin hubungan diam-diam hingga hadirnya Noa tanpa di sangka-sangka, babak final semakin di depan mata namun dirinya memilih untuk berhenti karena tekanan di babak tersebut akan semakin berat dan kemungkinan besar bisa membuat dirinya stress yang akan berimbas pada janinnya yang di vonis dokter sedikit lemah di bandingkan janin pada umumnya membuat Sunghoon berani untuk mengambil resiko melepaskan semua mimpi yang sejak dulu di inginkannya demi sesok nyawa yang bergantung pada dirinya.
Namun kini semua itu terbayar dengan kehadiran Noa dalam hidupnya menyadarkan Sunghoon bahwa sedari awal dia memang tak pernah salah memilih keputusan.
“Papa jelek jangan nangis.” Noa mengusap air mata Sunghoon dengan tangan kecilnya membuat Heeseung lagi-lagi di buat tersenyum melihat interaksi keduanya.
“Mandi sana, kamu bau apek Papa gak suka.”
“Bilang aja mau berduaan sama Ayah.”
“Iyalah kamu ganggu banget dari tadi, Ayah udah kangen berat sama Papa kamu.” Heeseung menimpali membuat Noa merotasikan bola matanya malas.
“Ayah bucin.” Teriak Noa kemudian berlari menuju kamarnya.
Setelah kepergian Noa suasana diantara mereka berdua mendadak canggung, Heeseung menatap lamat-lamat Sunghoon mebuatnya sedikit merasa aneh di tatap seintim itu. “Natapnya kenapa gitu amat sih, nyeremin tau gak.”
“Kangen.” Sunghoon agak di buat terkejut dengan penuturan Heeseung yang begitu tiba-tiba, “Kamu gamau peluk? Aku seminggu gak pulang loh.”
“Mauuuuuu, sini makanya.” Nada merengek dari Sunghoon itu membuat Heeseung berdecak gemas, kegemasan prianya memang tak akan pernah termakan waktu.
Heeseung membawa dirinya untuk memeluk Sunghoon menyampaikan semua kerinduan yang seminggu ini tidak sempat di realisasikan, Sunghoon menyandarkan kepalanya di pundak Heeseung sebelum kemudian berujar, “Noa udah makin gede, ya. Padahal seingatku kemarin dia masih nangis-nangis minta mimi.”
“Ini maksudnya kamu bilang kita udah makin tua, gitu?” Jawaban dari Heeseung berhasil membuat lelaki dalam dekapannya itu mendengus sebal.
“Bukan gituuuuu, cuman gak kerasa aja dia udah 7 tahun aja, oh aku hampir lupa kapan kamu cerita soal kita ke Noa?” Tanyanya penasaran.
“Udah lumayan lama, setahun lalu mungkin? Aku gak ingat pasti, cuman dia penasaran banget sama foto kamu yang pake topi koki itu jadi ya aku ceritain aja, lagian dia juga udah berhak tau.”
Sunghoon hanya mengangguk kemudian bangun dari pelukan Heeseung, “Aku juga punya hadiah buat kamu sama Noa, tunggu sebentar aku ambil dulu.” Sunghoon berjalan dengan terburu-buru membuat Heeseung meringis mebayangkan jika pemuda itu terjatuh.
Setelah menunggu hampir 3 menit Sunghoon kembali dengan sesuatu di genggamannya, kemudian mengulum senyum memberikan benda panjang itu pada Heeseung yang menatap heran, “Ha? Ini apa?.”
“Dih?!?!, Kamu makin tua makin bego ya? Di liat dilu makanya.”
Heeseung kemudian meraih benda kecil panjang itu di tatapinya sebentar kemudian termenung melihat garis positif pada testpack tersebut, menatap Sunghoon dengan tatapan bertanya, “Ini beneran?”
Sunghoon menangguk dengan sebuah senyum yang tertahan sebelum kemudian Heeseung meraih pinggangnnya untuk mendudukkan dirinya diatas pangkuan yang lebih tua, menempelkan dahinya untuk menatap senyum manis yang menghiasi wajah Sunghoon, “Makasih-makasih kamu udah ngasih hadiah terbaik buat aku sama Noa.”
Lagi-lagi sunghoon hanya mengangguk sembari tersenyum kemudian Heeseung menarik tengkuknya mempertemukan kedua belah bibir mereka saling memberi kecup dan cium yang sarat akan kasih sayang.
Heeseung tak pernah berharap lebih ketika sampai di rumah, namun mungkin ini bonus untuknya melepas lelah setelah seminggu ini tak pernah pulang karena kesibukannya, seakan semua rasa penatnya terangkat mengetahui bahwa keluarga kecilnya akan bertambah satu orang.
Tak ada yang sempurnah di dunia ini, tetapi Sunghoon dan semua yang ada dalam dirinya bagi Heeseung adalah kesempurnaan, dia tidak pernah merasa selengkap ini sebelum bertemu dengan Sunghoon tambatan hatinya, yang akan selalu menjadi sanggar hatinya.
Bersama dengan Sunghoon, Noa dan bayi kecil mereka adalah sebuah kesempurnaan bagi Heeseung.
“Papa sama Ayah ngapain?”