Suara Untuk Hanan ; Setelahnya
angst, hurt comfort.
ada begitu banyak andai yang mengawali setiap penyesalan, andaikan saja hanan tak pernah setakut itu dia mungkin masih memggenggam satya saat ini, masih melihat senyum manis yang selalu di berikan satya untuknya meskipun dia sama sekali tak membalasnya.
andai saja waktu bisa di putar hanan ingin kembali memutar hari dimana satya masih ada.
andai saja bisa di rubah dia ingin dia saja yang pergi, bukan satya.
andai saja semuanya tak begini hanan tak akan berakhir dengan sebuah flashdisk di tangannya memutas sebuah rangkaian video yang di berikan azka beberapa hari lalu dengan tangan bergetar menahan tangis.
“dari satya.” katanya waktu itu.
videonya di mulai dengan penampakan wajah satya yang begitu dekat dengan kamera, dia tertawa sebentar kemudian mundur lalu duduk perlahan.
tangannya di infus, dengan selang pernafasan yang melekat di hidungnya satya masih sanggup tersenyum lebar hingga matanya tertutup ikut tersenyum
nafas hanan tecekat di setiap sekonnya, dia tengah menyiksa diri.
“halo kak hanan, kalau video ini sudah sampai di tangan kak hanan itu artinya kita gak bisa ketemu lagi.” senyum itu masih terlihat dengan jelas di wajah satya membuat hanan tersiksa setengah mati
“kakak ingat gak waktu aku bilang aku mau nyanyi buat kakak seenggaknya sekali aja, sekarang aku mau nyanyi buat kak hanan.”
hanan ingat, dia mengingat semuanya dengan jelas.
“judul file ini nantinya 'suara untuk hanan' aku udah nyuruh azka kalau nama filenya gak boleh di ganti, karena suara ini memang buat hanan.”
hanan masih terus menonton tanpa suara, tapi matanya menyiratkan semuanya, tercetak jelas di dalam sana.
“maaf banget rekamannya harus pakai baju kayak gini, soalnya udah gak bisa ganti lagi hehehe, lagu ini buat hanan orang yang paling satya kagumi satu dunia eh satu galaksi deng.”
selanjutnya itu di isi dengan bait pertama dari lagu yang dinyanyikan satya, suaranya merdu menjadi candu tersendiri untuk hanan.
di sela-sela dirinya menyanyi satya melirik sebentar kearah samping melirik kearah azka yang selalu menemaninya hingga saat ini.
hanan tak melihatnya tapi hanan tahu azka saat itu sama seperti dirinya saat ini, tersiksa.
suara merdu satya memenuhi ruangannya hanan memutarnya dengan volume penuh, kemudian menatap keluar sana dimana hujan turun dengan begitu kerasnya.
seolah sedang mengejek hanan yang di selimuti rasa penyesalan.
lagu itu berakhir dengan satya yang sedikit terengah namun masih bisa tersenyum.
“suara aku udah gak sebagus dulu tapi semoga masih enak di dengar.”
persetan, ini adalah suara terindah yang pernah hanan dengar.
“aku juga udah gak bisa nyanyi lama-lama lagi gak bisa nafas hehe, apalagi selang ini malah makin buat aku susah nafas, tapi gak apa-apa aku masih bisa tahan buat sebentar lagi.”
“kak hanan setelah ini hidup dengan baik ya? makan-makanan sehat, minum vitamin, rajin olahraga... jangan sakit kayak satya.”
satya menunduk sebentar saat mengatakan kalimat terakhirnya, kemudian kembali mengangkat wajahnya sambil tersenyum, senyum yang berbeda kali ini.
satya menangis dalam senyumnya, “video ini aku kasih buat kak hanan bukan buat apa-apa serius, kakak jangan marah aku cuma mau wujudin keinginan terakhir aku buat kak hanan.”
“maaf karena satya datang mengusik kehiduapan hanan yang tenang, maaf cuma itu yang bisa aku lakuin supaya kak hanan bisa ingat aku, aku cuma mau kak hanan ingat satya, satya yang sayang sama kak hanan.”
satya mengusap air matanya seperti anak kecil di dalam sana, membuat sesuatu di dalam diri hanan meronta, di ingin menghapus air mata satya, tak seharusnya satya yang menangisinya.
“videonya udahan ya kak, bentar lagi dokter datang, selamat tinggal kak hanan, aya sayang kakak.”
karena dalam cerita ini jika ada orang yang harus menangis, itu artinya hanan yang seharusnya menangis.
•••
hujan deras membasahi seluruh kota pukul dua malam dini hari tak mengurungkan niat hanan untuk menghentikan dirinya.
pakaiannya basah kunyup oleh hujan, jalanan yang sepi di sertai suara berisik hujan menjadi irama pengiring kesedihannya malam ini.
mengendarai motor seperti orang kesetanan di tengah hujan, hanan tak peduli dia hanya punya satu tujuan malam ini.
kaki panjang hanan melangkah perlahan dengan sebuah bucket bunga yang telah basah di guyur hujan.
berjalan dengan sempoyongan menuju sebuah makam yang masih baru, bunga-bunga yang menyelimutinya masih terlihat segar bahkan setelah beberapa hari terlewati.
untuk pertama kalinya hanan datang bersimpuh di hadapan pusara satya menangis dalam diam di temani dengan derasnya hujan yang seolah tak ingin reda untuk menemani hanan.
tak peduli dengan bajunya yang kotor dengan tahan hanan memeluknya berteriak mengeluarkan semua kesedihan yang telah di tahannya selama berhari-hari.
tangisnya tumpah juga, meremat tanah yang telah bercampur bunga di sekitarnya.
dia tak pernah punya kesempatan untuk memeluk satya bahkan di saat terakhirnya.
“aya, rasanya aku hampir gila, aku rindu setengah mati.”
“kamu jahat aya, kamu pergi tanpa mau ngasih tau aku.”
“maaf, aya maafin hanan.”
malam ini hanan menangisi satya menangisi dirinya sendiri.
“kamu bilang kamu selalu nunggu aku buat pulang ke kamu, aya aku mau pulang, mau pulang ke kamu.”
satya telah pulang tanpa tahu kenyataan bahwa dia tak benar-benar jatuh sendirian.