25 Poin
cw // smoke
Istirahat jam kedua memang selalu jadi favorit seluruh siswa, selain karena jam istirahatnya jauh lebih lama di banding dengan istirahat pertama, di jam istirahat rahat kedua juga banyak yang bisa di lakukan, entah itu untuk tidur atau sekedar membuat lingkaran dan mulai bercerita dengan teman kelas.
Namun berbeda kali ini dengan deon, dia menolak ajakan dari ais dan dipta yang mengajaknya untuk menikmati semangkok bakso dari mang udin yang menjadi menu legendaris di sekolahnya, untuk ribi dan miranda jangan tanya mereka kemana belum sedetik bel istirahat kedua berbunyi mereka sudah pergi entah kemana.
Jadilah deon kali ini berkeliling sekolah, entah dengan tujuan apa deon hanya ingin jalan-jalan saja.
Sepanjang perjalanan dia membalas beberapa sapaan dari adik kelas dan kakak kelasnya yang secara random menyapanya, entah terlalu semangat atau apa deon sampai tidak sadar kalau sekarang dia sudah hampir sampai di belakang sekolah.
Tempat yang jarang sekali siswa-siswi lalui karena siapa juga yang mau datang ke tempat ini, tidak ada pemandangan menarik kecuali gudang yang di penuhi kursi-kursi dan meja yang sudah tak layak pakai lagi.
Namun belum sempat deon berbalik arah dia melihat sosok bayangan, ada orang lain di sini selain dia.
Deon bisa lihat jelas dari bayangan kepulan asap yang perlahan menghilang terbawa angin.
Ada yang merokok di area sekolah.
Sebagai anggota OSIS dengan jiwa yang kuat tanpa banyak bergikir deon segera memantapkan langkahnya untuk menangkap pelaku yang berani merekok di dalam area sekolah.
“Merokok di area sekolah 25 Poin.” dan setelah mengakhiri kalimatnya deon baru sadar kalau tindakan soknya tadi itu adalah sebuah kesalahan besar.
Deon merasa baru saja memilih pilihan yang sangat salah dalam hidupnya, seharusnya dia tidak sok berani untuk menegur, seharusnya dia tadi pergi saja.
Dan untuk kesekian kalinya deon mengutuk semesta yang selalu mempertemukannya dengan faris.
Sebercanda ini semesta dengannya.
Persetan lah dia kepalang sudah menegurnya lebih baik di lanjutkan saja, atau dia akan di anggap tidak profesional dalam melaksanakan tugasnya sebagai anggota OSIS.
“Faris Arsenio 25 poin, pelanggaran merokok di area sekolah.”
Seharusnya deon juga tidak mengulang kalimatnya, karena dia tidak akan mendapat respon apapun dari pemuda di depannya itu.
Dia masih sibuk dengan sebatang rokoknya, menghisapnya dalam-dalam sebelum menghembuskannya dengan pelan menciptakan kepulan asap yang menyesakkan rongga dada.
“Lo belum genap sebulan sekolah di sini, tapi poin lo udah 30 di tambah sama ini poin lo jadi 55, Seriously sebenarnya lo sekolah buat apa sih?”
“Gue tau dari dulu lo emang kayak gini, tapi ini belum genap sebulan lo sekolah di sini.”
Sekarang deon bisa melihat pergerakan pemuda di depannya yang tadinya duduk merokok dengan santai sekarang berdecak, menghisap dalam-dalam rokoknya sebelum menghampirinya.
Sejujurnya deon tidak pernah membayangkan akan mengalami hal seperti di siang bolong dalam area sekolah, tapi dia sendiri sekarang mendapati dirinya terhimpit di dinding oleh pemuda yang seharusnya tidak pernah dia temui lagi.
Deon terkurung dengan kedua tangan faris di masing-masing sisinya, deon ingin melawan tapi tindakan dan fikirannya tidak sejalan.
Otaknya terus menyuarakan agar dia memberontak dan segera pergi dari tempat ini, tapi dia justru tidak melakukan apapun.
Pikirannya semakin kacau ketika faris mulai mendekatkan wajahnya, semakin dekat bahkan hidungnya hampir bersentuhan.
Deon tidak tahan dengan tatapan tajam yang menatap tepat pada matanya, terlalu mendominasi membuat deon tidak bisa melakukan apapun selain menutup matanya.
Nafasnya tercekat ketika merasakan hembusan di depan wajahnya, merasakan bagaimana asap rokok itu masuk perlahan kedalam paru-parunya, untungnya deon bukan orang yang mengidap gangguan pernafasan sehingga tidak terbatuk di depan wajah faris.
Matanya terbuka perlahan menatap faris dengan tatapannya yang sama, selalu sama.
“Untuk seukuran orang asing, lo terlalu banyak bicara.”
Dia kemudian membuang puntung rokoknya tepat di samping deon, meninggalkannya dengan kepulan asap yang perlahan mulai memudar bersamaan dengan degup jantung deon yang berdetak lebih cepat.
Deon selalu benci situasi ini.
•••
“Yon, lo dari mana aja dah?” tanya ais ketika deon baru sampai di dalam kelasnya.
“Deon, lo gak tau aja lo habis ketinggalan berita paling hits.” timpal miranda di mejanya.
“Emang kenapa?” tanyanya kemudian.
“Ais tadi abis modusin kakak kelas, masa dia sok dilan banget anjir wew, untung aja kak ajun gak muntah di tempat.”
“Diem gak lo.” balas ais galak namun mirnada malah memeletkan lidah kearahnya.
“Bau lo aneh.” Miranda mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah.
Deon merutuki dirinya dalam hati, sial baunya tertinggal.
“Lo habis ny—
“Permisi ini kelasnya Deon Anggreva?” ucap siswa yang berdiri di depan pintu kelasnya membuat seluruh atensi tertuju kepadanya.
Itu akalanka datang dengan wajah watadosnya, kemudian menatap balik kepada anak-anak yang menatapnya penuh tanda tanya.
“Santai aja gue datang dengan damai ke kelas kalian, cuman ini deon gue yang samperin elo atau lo yang samperin gue , pegel nih kaki berdiri mulu mana ke kelas lo butuh perjuangan.”
Mendengar itu deon langsung bergegas menghampirinya, “Muka lo kalem aja, gue gak ngapa-ngapain kok serius.”
Deon baru tau kalau akalanka yang sering di eluh-eluhkan itu terlalu banyak bicara bahkan deon belum mengeluarkan sepatah katapun.
“Kenapa, ya?” tanya deon pelan.
“Ini buat lo, katanya di pake.” kemudian menyodorkan sebotol parfum dengan ukuran sedang.
“Ha? ini buat apa?”
Gerakan spontan dari akalanka membuat deon terkejut setengah mati, cowok itu mengendus sebentar, “Lo bau rokok.”
“Di pake ya, gue duluan.”
Cowok itu pergi meninggalkan deon yang terdiam di depan pintu sambil menatap sebotok pafrum di tangannya.