00:00


sunghoon mulai panik, menatap sekitarnya dengan tangan mengepal berkeringat, dia tak pernah pergi selarut ini bahkan bersama heeseung sekalipun.

ini hampir jam dua belas malam dan dia belum berada di rumah, ponselnya mati total tak bisa menghubungi bundanya yang kemungkinan mulai panik mencarinya.

“jun... ayo pulang.” sunghoon menarik lengan baju pemuda yang terlihat asik berbincang dengan kawannya.

“santai aja kali, tenang baru jam berapa.” pemuda yang sedari tadi berbincang dengan junho menimpali.

demi apapun, sunghoon bukan mereka yang biasa keluar hingga selarut ini dia tidak sebebas itu, dan rasanya sunghoon hampir menangis ketika junho meraih pingangganya membuat tubuh mereka berdempetan, tak berjarak sama sekali.

“bukannya kamu seneng aku ajakin pergi kayak gini karena heeseung gak pernah ngijinin kamu? nikmatin aja.”

selepas kalimat itu keluar dari bibir junho otaknya mendadak malfungsi, junho mengcup pipinya sebentar di hadapan semua teman-temannya yang mana di tanggapi sorakan oleh mereka, sunghoon ingin menangis.

belum sempat dia memproses semuanya mereka di kejutkan dengan kedatangan beberapa motor yang berhenti dengan kasar tetap di samping mereka, sunghoon berbalik menatap seseorang yang kini melepas helemnya.

heeseung berjalan kearahnya dengan tatapan datar.

“lepasin tangan lo.”

junho mengangkat alisnya mengejek, kini malah mengeratkan rangkulan tangannya pada pinggang sunghoon, sunghoon tak tahu harus bagaimana heeseung yang ada di hadapannya kali ini berbeda, tak ada senyum yang selalu menyambutnya ketika mereka bertemu.

“sans bro, cowok lo sendiri yang mau, ngomong-ngomong cowok lo manis. sayang banget lo datang kecepatan gue baru nyoba pipinya.”

semuanya berlalu dengan sangat cepat ketika tinju heeseung mendarat tepat di wajah junho membuat sudut bibirnya berdarah, junho meludah memegangi rahangnya yang terasa seperti bergeser dari tempatnya.

teman-teman heeseung yang tadi datang bersamanya melerai mencoba menghindari pertengkaran, “gak akan selesai kalau sama dia seung, mending lo bawa pulang sunghoon sekarang dia kayak ketakutan.”

yunseong membuka suara membuat heeseung langsung melirik kearahnya tanpa ekspresi, dia menarik sunghoon untuk segera ke motornya memakaikan jaketnya dengan hati-hati pada sunghoon.

“heeseung...”

“Pulang.”

•••

rasanya aneh ketika sepanjang perjelanan hingga sampai di depan gerbang rumahnya tak ada sepatah katapun yang keluar dari bibir heeseung, padahal pemuda itu selalu punya cerita ketika mereka berdua mereka tak pernah diam jika sedang berboncengan untuk sekedar menelusuri kota di sore hari.

tapi malam ini berbeda rasanya sangat sepi, hanya ada suara kendaraan yang saling menyalip heeseung bahkan mengendarakan motornya dengan kecepatan cukup tinggi padahal biasanya dia lebih suka melambatkan laju motornya ketika mereka bersama.

dan ketika mereka sampai di depan rumah sunghoon bisa melihat bundanya beridiri di depan pagar dengan wajah khawatir dan ayahnya berdiri di sampingnya.

“sunghoon dari mana saja? kamu buat bunda khawatir, kenapa telfonnya gak bisa di hubungin?” bunda menangkup wajah sunghoon memperhatikan setiap incinya.

“maaf, handphone sunghoon mati.”

“dari mana saja kamu? jam berapa sekarang.” sunghoon menunduk mendengar suara lantang ayahnya.

“heeseung minta maaf karena bawa sunghoon sampai selarut ini.”

sunghoon menatap heeseung yang kini menunduk di hadapan ayahnya, sambil terus mengucapkan kata maaf.

“lelaki macam apa yang mengingkari janjinya sendiri? ini yang kamu bilang mau serius sama anak saya? baru saya suruh kamu untuk tidak membawa dia sampai selarut ini saja sudah tidak bisa. bagaimana bisa saya mau percaya kamu kalau seperti ini?”

“saya salah om, saya minta maaf.”

sunghoon tak pernah tau kalau heeseung pernah membuat pernjanjian dengan ayahnya.

“ayah, heeseung gak salah, ini salah sunghoon.”

“Kamu diam! masuk kedalam rumah.” sunghoon tersentak kemudian langsung menunduk, dia cukup tahu diri telah membuat kesalahan.

sunghoon menolak ketika bunda membawanya untuk masuk namun bunda memaksa ini bukan waktu yang pas untuk memberontak ayahnya sedang marah besar.

dan ketika masuk kedalam rumah sunghoon segera berlari menuju ke kamarnya yang berada di lantai dua, membuka jendela dan melihat keluar, heeseung sudah memakai helemnya diatas motor kemudian melaju dengan kecepatan tinggi tanpa melirik, padahal heeseung selalu melirik ke jendela kamarnya dimana sunghoon selalu memperhatikannya ketika pulang mengantarnya.

malam itu heeseung pergi meninggalkan sunghoon dengan sejuta rasa bersalah, berkali-kali mengucapkan kata maaf yang tak bisa di dengarkan heeseung.

jake benar dia memang mudah goyah.